PBNU Menanggapi Instruksi JATMAN Terkait Larangan Menghadiri Silaturahmi di Surabaya

oleh
iklan

Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merespons instruksi yang dikeluarkan Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah (JATMAN) kepada Idaroh Aliyyah dan Idaroh Wustho di seluruh Indonesia terkait larangan menghadiri acara Silaturahmi yang diselenggarakan oleh PBNU di Hotel Bumi, Surabaya. Instruksi tersebut memicu reaksi dari berbagai pihak, khususnya di kalangan Nahdliyyin, karena dianggap menimbulkan polemik di internal JATMAN. Seperti diberitakan oleh Liputan9news pada Kamis (12/09/24), PBNU mengeluarkan surat penjelasan untuk meredakan simpang siur informasi yang beredar.

Dalam surat tersebut, PBNU menyampaikan klarifikasi terkait kepengurusan JATMAN masa khidmat 2018-2023, di mana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya menjabat sebagai Rais Am dan KH. Wahfiuddin Sakam sebagai Mudir Am. Kepengurusan tersebut kemudian digantikan oleh Habib Umar Muntahar. PBNU menjelaskan bahwa JATMAN merupakan Badan Otonom Nahdlatul Ulama sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama (ART NU) Pasal 18 ayat (7) huruf a, yang ditegaskan pula dalam Peraturan Dasar JATMAN Pasal 2.

Salah satu poin utama dari penjelasan PBNU adalah status kepengurusan JATMAN. Berdasarkan ART NU, kepengurusan Idaroh Aliyyah JATMAN harus disahkan oleh PBNU setelah dipilih dalam Muktamar yang diselenggarakan setiap lima tahun. Muktamar terakhir JATMAN berlangsung pada Januari 2018 di Pekalongan, Jawa Tengah, yang memilih Habib Muhammad Luthfi bin Yahya sebagai Rais Am dan KH. Wahfiuddin Sakam sebagai Mudir Am untuk masa khidmat 2018-2023.

Pada 28 Juli 2024, Rais Aam PBNU, KH. Miftakhul Akhyar, menerima surat dari Habib Luthfi yang berisi permohonan perpanjangan masa khidmat Idaroh Aliyyah JATMAN, yang berakhir pada 28 September 2023. Namun, PBNU menilai surat tersebut tidak dapat dianggap sah karena hanya ditandatangani oleh Habib Luthfi secara pribadi, tanpa melibatkan pengurus JATMAN lainnya. Selain itu, PBNU juga mempertanyakan mengapa surat tersebut baru disampaikan hampir setahun setelah masa khidmat berakhir, yang oleh PBNU dianggap sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan prosedur organisasi.

PBNU menegaskan bahwa surat tersebut, meskipun menggunakan kop surat JATMAN, lebih bersifat surat pribadi antara Habib Luthfi dan KH. Miftakhul Akhyar. Akibatnya, PBNU tidak dapat mengambil tindakan formal berdasarkan surat itu.

Menindaklanjuti kevakuman kepemimpinan di JATMAN setelah berakhirnya masa khidmat 2018-2023, PBNU mengambil langkah dengan mengadakan pertemuan antara para kiai mursyid thoriqoh pada 2 September 2024. Pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi atas masalah kepemimpinan JATMAN. Para kiai mursyid menyampaikan keprihatinan mereka tentang kevakuman kepemimpinan yang telah berlangsung selama hampir satu tahun.

Ketua Umum PBNU menyarankan agar diadakan pertemuan seluruh Idaroh Wustho JATMAN se-Indonesia untuk membahas dan mencari solusi organisatoris atas masalah ini. PBNU bersedia memfasilitasi pertemuan tersebut dengan tujuan mendapatkan masukan lebih lanjut dari berbagai pihak yang terlibat.

Dalam surat penjelasannya, PBNU juga menugaskan KH. Zulfa Mustofa, Wakil Ketua Umum Bidang Keagamaan dan Hubungan Antar Lembaga, untuk memfasilitasi pertemuan Idaroh Wustho tersebut. Namun, PBNU menegaskan bahwa dalam pertemuan ini, PBNU hanya bertindak sebagai fasilitator tanpa mengambil keputusan apapun. Semua masukan dari pertemuan ini akan dibawa ke dalam Rapat Pleno PBNU atau Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah untuk dipertimbangkan lebih lanjut.

PBNU merasa perlu memberikan penjelasan terkait isu yang beredar di kalangan JATMAN, terutama yang menyatakan bahwa Idaroh Aliyyah JATMAN telah berkoordinasi dengan jajaran Syuriyah PBNU terkait keputusan untuk tidak mengadakan pertemuan. PBNU dengan tegas membantah hal ini dan menyatakan bahwa tidak pernah ada pertemuan resmi antara Idaroh Aliyyah JATMAN dan Syuriyah PBNU untuk membahas persoalan tersebut.

Dalam poin kesepuluh dari surat penjelasan, PBNU menekankan bahwa informasi mengenai koordinasi dengan Syuriyah PBNU adalah tidak benar. Oleh karena itu, PBNU berharap agar seluruh Idaroh Wustho JATMAN dapat mempertimbangkan penjelasan ini sebelum mengambil sikap lebih lanjut.

Surat penjelasan PBNU yang terdiri dari sepuluh poin ini ditandatangani oleh KH. Zulfa Mustofa dan Drs. H. Lukman Hakim, M.Si., Wakil Sekretaris Jenderal PBNU. Surat ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh jajaran Idaroh Wustho JATMAN dalam menyikapi dinamika internal yang sedang terjadi.

PBNU menegaskan bahwa kepengurusan JATMAN sebagai badan otonom harus selalu berkoordinasi dengan PBNU, sesuai dengan aturan yang berlaku. PBNU juga mengingatkan pentingnya menjaga persatuan dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan organisasi, terutama di tengah dinamika yang kerap terjadi dalam tubuh JATMAN.

Dengan adanya klarifikasi ini, diharapkan polemik terkait kepengurusan JATMAN dapat segera diakhiri, dan JATMAN dapat kembali fokus pada kegiatan dan misi utamanya sebagai salah satu badan otonom yang berperan penting dalam pengembangan thoriqoh di Indonesia.[den/red]

iklan

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *