DPR Menuju Tukang Stempel Pemerintah

oleh
iklan

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)

Jakarta – Nyaris dapat dipastikan PDI Perjuangan bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang. Namun keputusan final baru akan diambil setelah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bertemu Prabowo sebelum pelantikan nanti.

Padahal, PDIP adalah satu-satunya partai politik yang masih tersisa setelah semua parpol eksodus atau “bedhol deso” mendukung Prabowo-Gibran.

Mula-mula adalah empat parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 memang sudah mendukung Prabowo-Gibran. Keempat parpol itu adalah Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Lalu disusul tiga parpol yang tergabung dalam Koalisi Perubahan yang pada Pilpres 2024 mendukung pasangan calon presiden-wakil Presiden, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Ketiga parpol itu ialah Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Ketujuh parpol tersebut tergabung dalam KIM Plus.

Jika nanti PDIP benar-benar jadi mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran, maka semua fraksi/parpol yang ada di DPR merupakan pendukung pemerintah. Tak ada parpol yang jadi penyeimbang atau katakanlah oposisi meskipun dalam sistem pemerintahan presidensial seperti yang dianut Indonesia tidak dikenal istilah oposisi. Istilah oposisi hanya dikenal dalam sistem pemerintahan parlementer.

Implikasinya, fungsi “check and balances” yang dimiliki DPR dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah tak akan berjalan optimal. DPR akan mandul. DPR akan menjadi macan ompong alias kewenangannya besar tetapi tak bisa dijalankan.

Dengan kata lain, DPR akan menjadi lembaga tukang stempel yang hanya bisa menyetujui kebijakan pemerintah, seperti yang terjadi di era Orde Baru.

Memang, dengan bergabungnya seluruh fraksi/parpol di DPR ke dalam barisan pendukung pemerintah, stabilitas politik dan pemerintahan Prabowo-Gibran akan terjaga. Tapi di sisi lain akan minim kontrol, sehingga mudah terjebak ke dalam “abuse of power” atau penyalahgunaan kekuasaan. Pemerintah juga akan cenderung menjadi oligarki bersama DPR, seperti terjadi di masa-masa akhir periode kedua pemeritahan Jokowi. Apa pun kebijakan pemerintah, DPR akan menyetujuinya.

Lord Acton (1834-1902) menyatakan, “The power tenda to corrupt, absolute power corrupt absolutely”.

Mengapa Koalisi Perubahan bergabung ke KIM Plus? Bagi Nasdem dan PKB, itu sudah menjadi “DNA” mereka yang tak pernah menjadi oposisi. Siapa pun yang berkuasa, Nasdem dan PKB akan “nebeng”. Pragmatis. Sebab tujuan politik memang berkuasa.

Lihat saja Surya Paloh. Ketua Umum Partai Nasdem itu tanpa malu-malu langsung bergegas menemui Presiden Jokowi begitu hasil hitung cepat atau “quick count” Pilpres 2024 menunjukkan kemenangan Prabowo-Gibran.

Jokowi adalah pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Paloh kemudian beberapa kali menemui Prabowo.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar kemudian menyusul menemui Prabowo dengan maksud yang sama. Dukungan PKB kepada Prabowo-Gibran kemudian diformalkan dalam Muktamar PKB di Bali akhir Agustus lalu.

PKS pun tak mau ketinggalan. Partai sejuta umat ini menyatakan bergabung dengan KIM Plus untuk mendukung Prabowo-Gibran. Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Alhabsyi berdalih, kekuasaan itu indah.

Mengapa PKS ikut-ikutan mendukung Prabowo-Gibran? Mungkin karena sudah jera setelah nyaris 10 tahun terakhir ini menjadi oposisi pemerintahan Jokowi.

PKS ingin kembali seperti pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang selama 10 tahun ikut berada di dalam pemerintahan. Ternyata menjadi oposisi itu kering-kerontang. Sebaliknya, mendukung pemerintah itu ikut basah.

Mengapa PDIP juga mendukung pemerintah dan kini Megawati tinggal memformalkan saja?

Seperti PKS, PDIP pun ingin seperti di 10 tahun pemerintahan Jokowi yang ikut menikmati kue kekuasaan. PDIP mungkin juga jera menjadi oposisi selama 10 tahun pemerintahan SBY.

Kini, DPR sedang menuju menjadi lembaga stempel pemerintah. Tentu saja jika Banteng benar-benar jinak dan mau masuk kandang Prabowo-Gibran.

iklan

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *