Bojonegoro – Proyek pembangunan tembok penahan tanah (TPT) di Desa Tanjungharjo, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, yang diduga dikerjakan oleh CV. Berlian Terang Jaya, menjadi sorotan karena dugaan pengerjaan yang amburadul dan asal-asalan. Proyek yang dimenangkan oleh perusahaan konstruksi lokal ini diketahui memiliki nilai kontrak sebesar Rp512.916.945,74, sementara pagu awal yang disediakan oleh pemerintah daerah mencapai Rp624.587.747,00.
Proyek ini merupakan bagian dari program Pembangunan Pelindung Tebing Sungai/Kali yang berada di bawah naungan Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) Bojonegoro dengan kode tender 31655244. Berdasarkan informasi yang tersedia di situs LPSE Kabupaten Bojonegoro, proyek ini sebelumnya sempat mengalami kegagalan dalam proses lelang, sehingga harus ditenderkan ulang. Setelah proses ulang, CV. Berlian Terang Jaya berhasil memenangkan tender tersebut, mengalahkan 81 perusahaan penyedia jasa konstruksi lainnya.
Namun, meskipun CV. Berlian Terang Jaya memenangkan tender proyek dengan nilai yang lebih rendah dari pagu awal, pelaksanaan proyek di lapangan diduga jauh dari harapan. Sejumlah temuan menunjukkan bahwa pengerjaan TPT tersebut tidak mengacu pada standar teknik yang memadai. Beberapa laporan dari masyarakat setempat mengungkapkan bahwa dalam pemasangan pembesian, terdapat dugaan ketidaksesuaian dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Hal ini memunculkan kekhawatiran tentang mutu dan daya tahan bangunan yang dihasilkan.
Wartawan yang berada di lokasi pada Senin (15/10/2024) siang melihat bahwa para pekerja proyek tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Selain itu, proses pencampuran material dilakukan secara manual tanpa ukuran yang tepat, memperparah dugaan bahwa proyek ini dikerjakan tanpa memperhatikan standar kualitas.
Lebih lanjut, di lokasi proyek juga tidak ditemukan papan informasi yang semestinya wajib dipasang untuk memberikan keterbukaan kepada publik sesuai dengan ketentuan Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Ketidakadaan papan informasi ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada unsur kesengajaan dalam pembiaran dari pihak pelaksana proyek dan Dinas PU SDA Bojonegoro sebagai penanggung jawab.
Konsultan pengawas yang seharusnya hadir di lokasi untuk memastikan mutu pekerjaan juga tidak tampak selama proses pengerjaan berlangsung. Saat dilakukan pengecoran, konsultan pengawas seharusnya hadir untuk memeriksa kualitas material yang digunakan. Namun, berdasarkan pengamatan, pengecoran dilakukan meski area tersebut masih digenangi air, tanpa dilakukan pengeringan terlebih dahulu. Proses ini memunculkan spekulasi bahwa pekerjaan tidak akan memberikan hasil yang maksimal, baik dari segi daya tahan maupun kualitas konstruksi.
Ketiadaan pengawasan ini menimbulkan asumsi bahwa ada kemungkinan kolusi antara pelaksana proyek dengan pihak pengawas, yang seharusnya bertanggung jawab atas kualitas akhir pekerjaan. Dugaan ini diperkuat oleh minimnya respon dari Dinas PU SDA Bojonegoro saat dimintai keterangan terkait masalah ini.
Proyek yang tidak mematuhi standar teknis dan keselamatan kerja dapat dikenai sanksi hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terutama yang mengatur tentang penerapan K3. Selain itu, pelanggaran terhadap Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan spesifikasi teknis yang disepakati juga bisa dikenakan sanksi berdasarkan kontrak proyek. Tindakan pembiaran oleh pihak pengawas dan dinas terkait juga berpotensi melanggar aturan tentang pengawasan proyek yang termuat dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Dengan banyaknya temuan di lapangan, publik berhak mempertanyakan mutu proyek ini dan apakah hasil akhirnya akan memberikan manfaat sesuai dengan anggaran yang telah dialokasikan.[den/red]