Berhenti Menyebar Foto Korban Kekerasan Terhadap Anak, Ini Kata Ketua KPAI RI

oleh
iklan

Jakarta – Tragedi kekerasan terhadap anak kembali terjadi dan banyak menyita perhatian warganet dijagad maya, hal tersebut terjadi lantaran banyak warganet yang dengan secara masif menyebarluaskan foto korban kekerasan terhadap anak ke media sosial.

Tahukah anda bahwa perbuatan menyebarkan foto korban kekerasan terhadap anak adalah salah satu perbuatan yang juga dilarang dalam perundang-undangan melalui UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Melalui sambungan aplikasi berbayar WhatsApp Ai Maryati Solihah Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Republik Indonesia (KPAI RI) kepada portalistana.id, Sabtu (30/3/2024) mengajak masyarakat berhenti menyebar foto korban kekerasan terhadap anak. Dalam fenomena ini mantan Aktivis PMII itu mengaku kaget lantaran banyaknya foto korban kekerasan terhadap anak berseliweran dijagad maya.

“Iya saya juga kaget wajah anak ada disitu, “tulisnya secara singkat.

Lebih lanjut Ketua KPAI RI itu juga mengajak agar masyarakat lebih bijak dalam menyampaikan dan publikasi seputar informasi terhadap kasus-kasus yang menimpa anak.

“Mari lebih bijak lagi dalam menyampaikan informasi karna anak sangat penting dilindungi hak keamanan dan rahasia identitasnya apabila dalam proses pidana, ” imbuhnya.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yang mengatur tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menegaskan pada Pasal 19 bahwa tak seorang pun boleh menyebarluaskan foto ataupun identitas korban kekerasan, identitas keluarga korban, identitas pelaku kekerasan yang masih berusia anak, serta identitas keluarga pelaku.

Adapun untuk pidananya sepertiyang tercantum dalam Pasal 97 , pelanggar aturan tersebut akan dipidana 5 tahun penjara. Maka oleh sebab itu, wartawan dan ataupun netizen di media sosial hendaknya bijak dalam bermedia sosial.

Selain itu psikolog anak asal Universitas Indonesia Rose Mini, memberikan peringatan bagaimana pola negatif terkait penyebarluasan foto korban kekerasan terhadap anak ini dilakukan seperti yang dilansir melalui kompas.com.

“Niatnya adalah meminta orang-orang di media sosial agar menjaga anak-anak ataupun diri mereka, tetapi yang terjadi malah si pengunggah konten menjadi penyebar kekerasan visual,” kata psikolog anak dari Universitas Indonesia, Rose Mini, di Jakarta, Minggu (15/1).

Ia menilai, penyebab utama penyebaran foto korban kekerasan terletak pada sifat manusia yang selalu ingin menjadi yang pertama. Orang ingin menjadi yang pertama dalam mengetahui, menyebarkan informasi, serta berkomentar. Hal ini mengakibatkan netizen tidak bijak saat memilih dan memilah informasi untuk disebarkan. Dengan kata lain, tindakan mengunggah foto korban kekerasan lebih bermotif sensasionalitas ketimbang kehendak saling mengingatkan.

“Bayangkan jika keluarga, kerabat, dan teman korban melihat unggahan itu. Hal ini menambah trauma yang sudah mereka alami,” kata Rose. Sering kali, menurut dia, penyebar foto korban tidak memahami dampak negatif unggahan karena ia tidak merasakannya sendiri.[den/red]

iklan

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *