BMKG Peringatkan Potensi Kekeringan dan Cuaca Ekstrem di Tengah Dinamika Atmosfer September 2024

oleh
iklan

JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa 64 persen Zona Musim (ZoM) di Indonesia telah memasuki musim kemarau, berdasarkan analisis terbaru pada Dasarian I September 2024. Kondisi ini memicu BMKG untuk mengeluarkan peringatan dini kekeringan dengan level Waspada, Siaga, hingga Awas di sejumlah wilayah. Meskipun belum ada tanda-tanda kehadiran fenomena La Nina, kondisi atmosfer saat ini memerlukan perhatian ekstra.

Musim kemarau yang saat ini melanda sebagian besar wilayah Indonesia mencakup sebagian besar Pulau Sumatera, seluruh Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), serta beberapa bagian Kalimantan dan Sulawesi. Wilayah lainnya yang turut mengalami kondisi serupa antara lain Gorontalo, sebagian Maluku, Papua, dan Papua Selatan. Kekeringan ini berpotensi mempengaruhi ketersediaan air di berbagai daerah, terutama di wilayah yang secara historis rentan terhadap masalah tersebut.

Dalam peringatan yang dikeluarkan, BMKG menyarankan pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dan penanganan dini. Kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi kekurangan air dan dampak kemarau panjang menjadi prioritas utama, terutama bagi sektor pertanian dan perkebunan yang sangat bergantung pada pasokan air.

Meskipun sebagian besar wilayah Indonesia kini memasuki musim kemarau, BMKG juga mencatat adanya dinamika atmosfer yang dapat membawa perubahan. Pada Dasarian I September 2024, Madden-Julian Oscillation (MJO), sebuah fenomena atmosfer yang berhubungan dengan pembentukan awan hujan, tidak aktif di fase 5. Namun, BMKG memprediksi bahwa MJO akan kembali aktif pada fase 5-6 mulai akhir Dasarian II hingga awal Dasarian III bulan ini. Aktivasi MJO tersebut dapat memicu peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia.

Selain itu, BMKG memperkirakan bahwa Gelombang Rossby dan Kelvin akan melintasi wilayah Indonesia pada Dasarian II September. Fenomena ini berpotensi meningkatkan pembentukan awan hujan, terutama di beberapa daerah yang saat ini sudah mengalami cuaca kering. Dampak dari gelombang ini diharapkan dapat sedikit meredakan kekeringan, meskipun tidak sepenuhnya menghilangkan ancaman kekeringan yang meluas.

Dalam prospek cuaca mingguan yang dirilis untuk periode 10-16 September 2024, BMKG memperingatkan adanya peningkatan potensi hujan di beberapa wilayah Indonesia. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi potensi hujan tersebut antara lain aktivitas gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial, daerah pertemuan dan perlambatan angin, serta suhu muka laut yang hangat. Selain itu, labilitas atmosfer yang tinggi turut menjadi faktor pendukung pembentukan awan hujan.

Daerah yang diperkirakan akan mengalami hujan antara lain sebagian Sumatera bagian barat, Jawa bagian barat, serta wilayah-wilayah di Indonesia Timur seperti Maluku dan Papua. Peningkatan curah hujan ini berpotensi meringankan dampak musim kemarau di beberapa wilayah, tetapi masyarakat tetap diimbau untuk waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi.

Dalam analisis dinamika atmosfer terbaru, BMKG menyatakan bahwa indeks Indian Ocean Dipole (IOD), Southern Oscillation Index (SOI), dan Nino 3.4 tidak menunjukkan dampak signifikan terhadap curah hujan di Indonesia pada saat ini. Hingga saat ini, monitoring BMKG juga belum mengonfirmasi kehadiran fase La Nina di Indonesia, meskipun sebelumnya fenomena ini diprediksi dapat terjadi pada periode Juli hingga September 2024.

Namun, BMKG memperingatkan bahwa potensi terjadinya La Nina masih ada mulai akhir September 2024. Jika La Nina terjadi, curah hujan di Indonesia diperkirakan dapat meningkat antara 20 hingga 40 persen, yang tentunya berimplikasi pada peningkatan risiko bencana seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang.

BMKG mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap berbagai ancaman bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang yang mungkin terjadi akibat perubahan dinamika cuaca. Terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap bencana tersebut, masyarakat diimbau untuk melakukan langkah-langkah mitigasi dan penanganan dini.

Dengan kondisi yang terus berkembang, pemerintah daerah dan instansi terkait juga diharapkan dapat memperkuat koordinasi untuk mengurangi dampak dari potensi bencana ini. Langkah-langkah mitigasi seperti perbaikan sistem drainase, pemantauan ketersediaan air di daerah rawan kekeringan, serta penanaman pohon yang mampu menyerap air menjadi beberapa strategi yang dapat diterapkan.

Meski sebagian besar wilayah Indonesia saat ini tengah menghadapi musim kemarau dengan potensi kekeringan yang cukup tinggi, adanya dinamika atmosfer seperti aktivasi MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby memberikan harapan akan adanya peningkatan curah hujan di sejumlah wilayah. Namun, BMKG tetap menekankan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi yang mungkin terjadi akibat perubahan cuaca ekstrem. Masyarakat diimbau untuk selalu memantau informasi cuaca dari BMKG dan melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengurangi dampak dari kondisi cuaca yang tidak menentu ini.

iklan

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *