Cara Menyelesaikan Sengketa Pemberitaan Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 dan MoU Kabareskrim-Dewan Pers

oleh
Foto Mas Raden Pemimpin Redaksi Portalistana.Id Saat tengah ngopi.
iklan

Oleh: Mas Raden (Pemred Portalistana.Id) 

Dalam era informasi yang serba cepat dan terhubung, sengketa pemberitaan sering kali menjadi tantangan besar bagi media, narasumber, dan masyarakat. Untuk menangani masalah ini, Indonesia memiliki kerangka hukum yang jelas melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta sebuah Memorandum of Understanding (MoU) antara Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri dan Dewan Pers. Mengingat banyaknya pertannyaan dan juga kebingungan banyak pihak dalam menyikapi persoalan pemberitaan dan juga bagaimana cara menyelesaikan sengketa pemberitaan dengan merujuk pada kedua regulasi tersebut kami terbitkan tulisan ini guna memberi tukar keilmuan terkait jurnalistik kepada para pembaca di Portalistana.Id.

UU No. 40 Tahun 1999 mengatur berbagai aspek terkait pers di Indonesia, termasuk hak-hak dan kewajiban media, serta mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan. Beberapa poin penting dalam undang-undang ini meliputi:

  • Hak Jawab dan Koreksi: Pasal 5 UU Pers memberikan hak kepada individu atau pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan untuk mengajukan hak jawab dan meminta koreksi. Hak jawab memungkinkan pihak yang dirugikan untuk memberikan klarifikasi atau bantahan terhadap berita yang dianggap merugikan.
  • Mediasi oleh Dewan Pers: Pasal 8 dan 15 UU Pers menyebutkan bahwa sengketa pemberitaan sebaiknya diselesaikan melalui mediasi atau klarifikasi yang dilakukan oleh Dewan Pers. Dewan Pers berfungsi sebagai mediator dalam sengketa antara media dan pihak-pihak yang merasa dirugikan.
  • Kode Etik Jurnalistik: Pasal 4 UU Pers menekankan pentingnya kode etik jurnalistik sebagai pedoman bagi wartawan dan media dalam melakukan pemberitaan. Dewan Pers berwenang untuk menilai apakah pemberitaan melanggar kode etik.

Selain UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers juga ada MoU antara Kabareskrim Polri dan Dewan Pers merupakan pedoman kerja sama untuk menangani sengketa pemberitaan, terutama yang melibatkan aspek hukum dan etika. MoU ini bertujuan untuk:

  • Koordinasi dan Kolaborasi: Menyusun prosedur kerja sama antara kepolisian dan Dewan Pers dalam menangani sengketa pemberitaan. Hal ini termasuk koordinasi dalam mediasi dan investigasi.
  • Pengaturan Peran: Menetapkan peran masing-masing pihak dalam penyelesaian sengketa. Dewan Pers berfokus pada aspek etika jurnalistik, sedangkan Kabareskrim menangani aspek hukum.
  • Transparansi dan Keadilan: Memastikan bahwa proses penyelesaian sengketa dilakukan secara transparan dan adil, dengan mempertimbangkan hak-hak semua pihak yang terlibat.

Mengajukan Hak Jawab

Langkah pertama dalam menyelesaikan sengketa pemberitaan adalah mengajukan hak jawab. Proses ini melibatkan:

  1. Permohonan Hak Jawab: Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan hak jawab kepada redaksi media yang menerbitkan berita tersebut. Permohonan ini harus disampaikan secara resmi dengan menyertakan bukti-bukti relevan.
  2. Penerbitan Klarifikasi: Media yang bersangkutan wajib memuat hak jawab tersebut dalam edisi berikutnya secara proporsional dan tanpa editan yang dapat mengubah makna klarifikasi.

Mediasi oleh Dewan Pers

Jika hak jawab tidak memadai, pihak yang bersengketa dapat mengajukan pengaduan kepada Dewan Pers. Proses mediasi melibatkan:

  • Pengajuan Pengaduan: Pihak yang merasa dirugikan mengajukan pengaduan ke Dewan Pers. Pengaduan harus disertai dengan bukti dan argumen yang jelas mengenai dugaan pelanggaran.
  • Proses Mediasi: Dewan Pers akan mengadakan mediasi antara pihak-pihak yang bersengketa. Mediasi ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan damai dan memperbaiki hubungan antara media dan pihak yang dirugikan.
  • Klarifikasi dan Rekomendasi: Dewan Pers memberikan klarifikasi mengenai pelanggaran kode etik jurnalistik dan mengeluarkan rekomendasi untuk perbaikan. Jika diperlukan, Dewan Pers juga dapat mengajukan saran mengenai sanksi yang perlu diterapkan.

Evaluasi dan Tindakan Lanjutan

Setelah proses penyelesaian sengketa, evaluasi dilakukan untuk memastikan efektivitas proses tersebut:

  • Evaluasi Proses: Menilai efektivitas penyelesaian sengketa, termasuk proses mediasi dan penanganan hukum. Evaluasi ini bertujuan untuk memperbaiki mekanisme penyelesaian sengketa di masa depan.
  • Pendidikan dan Sosialisasi: Mengedukasi media dan masyarakat mengenai pentingnya etika jurnalistik dan prosedur penyelesaian sengketa untuk mencegah sengketa serupa di masa mendatang.

Contoh kasus pencemaran nama baik melibatkan individu atau entitas yang merasa dirugikan oleh pemberitaan negatif. Proses penyelesaian melibatkan hak jawab, mediasi oleh Dewan Pers, dan jika diperlukan, penanganan hukum oleh kepolisian.

Kasus pelanggaran kode etik jurnalistik biasanya ditangani oleh Dewan Pers. Dewan Pers akan mengevaluasi apakah media atau wartawan melanggar kode etik dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan.

Penyelesaian sengketa pemberitaan di Indonesia diatur dengan jelas melalui UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan MoU antara Kabareskrim dan Dewan Pers. Dengan mengikuti prosedur hak jawab, mediasi, dan penanganan hukum, serta melakukan evaluasi dan tindakan lanjutan, sengketa pemberitaan dapat diselesaikan dengan adil dan efektif. Kerja sama antara berbagai pihak, termasuk media, Dewan Pers, dan kepolisian, sangat penting untuk memastikan proses penyelesaian sengketa berjalan dengan baik dan memberikan solusi yang memuaskan semua pihak yang terlibat.

iklan

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *