Cawe – Cawe dalam perspektif Positif

oleh
iklan

Oleh : KP.Dr. Andi Budi S, SH.,M.IKom

Akhir-akhir ini kita diberikan sebuah wacana terkait dengan Presiden Jokowi yang ingin cawe-cawe dalam menentukan pengganti beliau setelah periodisasinya habis , sebagai orang Jawa apalagi Pak Jokowi adalah seorang presiden kepala negara yang melekat pada diri beliau adalah jiwa kepemimpinan Jawani Leadership yang lakukan oleh Pak Jokowi ini tidak terlepas dari kultur Jawa yang di senergikan dengan sistem demokratisasi yang terbangun sekarang ini.

Juga di sinkretismekan dengan kepemimpinan raja-raja Jawa. Boleh jadi sistemnya demokrasi tapi dalam konteks psikologi kepemimpinan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi mengacu pada reinkarnasi raja-raja Jawa yang telah mengilhami banyak pemimpin-pemimpin kita sebelumnya.

kalau kita berbicara pada konteks kepemimpinan raja-raja Jawa atau raja-raja Senusantara yang sama karakternya khususnya dalam proses suksesi yaitu sebuah proses peralihan kekuasaan yang sudah diatur sedemikian rupa baik secara biologis maupun ideologis.

Dalam konteks kekinian Pak Jokowi ingin memberikan keteladanan dan dukungan secara nyata terlihat jelas tidak perlu diam – diam untuk ikut menangani, mengatur, merampungkan atau mengarahkan sosok pemimpin yang akan datang itu mempunyai tanggung jawab yang sama untuk menyelesaikan problem besar bangsa ini.

Pemimpin NKRI kedepan harus dapat lebih memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Serta memberikan jaminan kesinambungan pada pembangunan yang sudah berjalan dalam track rekor yang benar .

Sebenarnya ini adalah sebuah pelaksanaan kepemimpinan yang positif di era Orde Baru , di situ ada Repelita bahwa program kerja pembangunan nasional harus dilakukan secara berkelanjutan yang pada akhirnya akan berdampak pada kemajuan bangsa itu sendiri .

Kepemimpinan yang dilakukan oleh Presuden Jokowi, sebagai pemimpin yang mempunyai kultur raja-raja Jawa .Tentu secara biologis atau ideologis pasti persiapkan putra mahkota. namun dalam perjalanan tergantung dinamika yang terjadi pada jamannya.

Oleh karena itu, Pemimpin Yang Baik adalah pemimpin yang di siapkan dengan baik sesuau dengan kondisi , perkembangan dan tantangan kedepan.

Putra mahkota itu pun tidak satu- satunya , namun pemimpin yang bijaksana juga menyiapkan alternatif Pemimpin pengganti di saat Putra Mahkota tidak dikehrndaki oleh Alam.

Nah Pak Jokowi karena memiliki Jangkauan pemikiran yang luar biasa sehingga secara kebatinan akan memberikan support pada orang-orang tertentu supaya apa yang menjadi goresan pikiran-pikiran dan ide cemerlang itu bisa dilanjutkan oleh pemimpin berikutnya.

Kontek ya apakah cawe-cawe yang dilakukan oleh Presiden Jokowi itu melanggar aturan atau melanggar etika menurut saya tidak ada yang dilanggar sama sekali tidak ada aturan yang melarang seorang Tokoh politik terutama Pak Jokowi ini kan juga sebagai aktor politik , kader partai politik sehingga dapat saja bertindak dan melakukan komunikasi politik menghimpun kekuatan politik itu adalah sesuatu yang memang harus dilakukan tidak boleh tidak pemimpin yang memenangkan pertarungan di era demokratisasi ini .

Namun juga ada pihak lain yang tidak setuju dengan istilah cewek-cewek harus juga dihargai, tidak disalahkan juga.

Persepsi masing-masing mendapat porsi yang sama artinya ini sudah terlihat jelas di medan pertempuran wacana bahwa ada yang pro dan kontra Itu adalah sebuah implementasi dari alam demokratisasi.

Pernyataan-pernyataan yang suka dengan Pak Jokowi dan ada yang tidak suka dengan Pak Jokowi adalah hal yang lumrah ada yang mendukung kepemimpinan Pak Jokowi dan ada yang tidak mendukung kepemimpinan Pak Jokowi, namun publik menilai Pak Jokowi masih mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat hampir 80% luar biasa, namun 20% itu sendiri juga besar kalau para Oposan ini menyuarakan.

Oleh karena itulah Menurut pendapat saya Justru Pak Jokowi harus ikut cawe-cawe lebih dalam lagi secara positif untuk mengatur bangsa ini tetap bersuasana sejuk, damai, adil dan sejahtera.

Dalam implemantasi harus ditonjolkan lagi komunikasi persuasif dan akomodatif, seperti yang pernah saya sampaikan di akhir periode pertama Pak Jokowi menjadi Presiden RI, bahwa Pak Jokowi harus melakukan komunikasi persuasif dan akomodatif , bila perlu lawan atau orang-orang yang berseberangan direkrut untuk menjadi bagian dari tim besar agar tidak terjadi polarisasi antara para pendukung atau elite yang mengitari Pak Jokowi serta masyarakat yang independen atau yang tergabung pada partai politik yang tidak satu Koalisi dengan pak Jokowi.

Cawe-cawe nya Pak Jokowi, menurut hemat saya harus terus dilakukan bahkan lebih dalam lagi mengarah ke negosiasi, kompromi, dalam menentukan Kepemimpinan kedepan dan partisipasi dalam proses pembangunan.

Komunikasi Politik dan Negosiasi dalam konteks ini sesuai dengan teori Dramaturgi Event Gofmen bahwa Perang wacana dan perdebatan ide gagasan terjadi di Panggung depan ( Front stage ) dan negosiasi menuju Kompromi adalah wilayah panggung Belakang.

Jika Teori Dramaturgi bisa dilakukan dengan Baik, maka konsep Persatuan akan terjadi secara konkrit dan proposional tidak ada lagi Polarisasi dan pembelahan di masyarakat.

Karena sejatinya tidak ada yang menang dan kalah100 % yang ada adalah yang menang membawa gerbong Ide gagasan yg lebih banyak dan yang kalah secara proposional juga mendapatkan tempat beraktualisasi dan partisipasi.

Demikian sekilas wacana Cawe – Cawe dalam perspektif Positif untuk semua kubu semua dimensi politik menuju persatuan dann kedamaian NKRI.

iklan

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *