Dari Bumi Minangkabau dan Catatan Sejarah Sosok Tokoh Yang Tak Tercatat 

oleh
iklan

Oleh: Mas Raden (Pemimpin Redaksi Media Siber Portalistana.Id)

Lagi-lagi jika kita mengulik sejarah panjang perjalanan Indonesia memang banyak jejak sejarah yang hampir terlupakan dan satu tokoh tidak tercatat sebagai salah satu mantan Presiden diRepublik Indonesia, salah satunya sosok Sjafrudin Prawiranegara Presiden penyelamat kedaulatan Republik Indonesia yang pada awal berdirinya itu nyaris terebut oleh Belanda Kembali lantaran saat Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948.

Dalam tubuh Sjafruddin mengalir darah campuran Banten dan Minang. Buyutnya, Sutan Alam Intan, masih keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Menikah dengan putri bangsawan Banten, lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Itulah ayah Kuding yang, walaupun bekerja sebagai Jaksa, cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang Belanda ke Jawa Timur. Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi, “Ingin menjadi orang besar,” katanya. Itulah sebabnya ia masuk Sekolah Tinggi Hukum di Batavia.

Ketika Belanda melakukan agresi militernya yang kedua di Indonesia pada tanggal 19 Desember 1949, Soekarno-Hatta sempat mengirimkan telegram yang berbunyi, “Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 jam 6 pagi Belanda telah mulai serangannya atas Ibu-Kota Jogyakarta. Jika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat menjalankan kewadjibannya lagi, kami menguasakan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra”.

Telegram tersebut tidak sampai ke Bukittinggi di karenakan sulitnya sistem komunikasi pada saat itu, namun ternyata pada saat bersamaan ketika mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki Ibukota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Sjafruddin Prawiranegara segera mengambil inisiatif yang senada.

Dalam rapat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok, Bukittinggi, 19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat (emergency government). Gubernur Sumatra Mr TM Hasan menyetujui usul itu “demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya, artinya kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui sebagai negara”. Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dijuluki “Penyelamat Republik”.

Dengan mengambil lokasi di suatu tempat di daerah Sumatera Barat, pemerintahan Republik Indonesia masih tetap eksis meskipun para pemimpin Indonesia seperti Soekarno-Hatta telah ditangkap Belanda di Yogyakarta. Sjafruddin Prawiranegara menjadi Ketua PDRI dan kabinetnya yang terdiri dari beberapa orang menteri.

Meskipun istilah yang digunakan waktu itu “ketua”, namun kedudukannya sama dengan presiden. Sjafruddin menyerahkan mandatnya kemudian kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia sebagai negara bangsa yang sedang mempertaankan kemerdekaan dari agresor Belanda yang ingin kembali berkuasa.

Setelah menyerahkan mandatnya kembali kepada presiden Soekarno, Sjafruddin Prawiranegara tetap terlibat dalam pemerintahan dengan menjadi menteri keuangan. Pada Maret 1950, selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.

Namun yang kini menjadi sangat disayangkan lantaran seakan bangsa ini melupakan sosok pria berdarah kerajaan Pagaruyung ini lantaran namanya tidak pernah dicatatkan Pemerintah kita sebagai Presiden Republik Indonesia Ke 2 semestinya sebelum nama Presiden Soeharto.

Tentu melihat perjalanan dan peran vital Sjafruddin pada masa itu sangatlah penting sebagai penjaga kedaulatan negara Republik Indonesia.

Dari kacamata sejarah perjuangan Bangsa Minang kita tidak boleh melupakan jasa besar rakyat Minangkabau lantaran atas jasa perjuangannya itulah Indonesia bisa dipertahankan hingga kini dan menjadi negara besar dengan berbagai potensinya.

Perjalanan penting jejak bagaimana Indonesia dipertahankan dari Bukittinggi tentu tidak hannya pada masa awal berdirinya Republik Indonesia akan tetapi juga banyak catatan sejarah bagaimana rakyat Minang turut serta mempertahankan dan turut memperjuangkan Republik Indonesia kita tercinta ini.

Diantara sumbangsih rakyat Minang bahkan dari informasi sejarah yang kita gali rakyat Minang juga pernah menghadiahkan pesawat ke 3 setelah dari rakyat Aceh, Selain itu dari sisi publikasi media yang juga sangat nyata adalah bagaimana rakyat Minang dengan corong radio internasionalnya pada masa itu juga turut mengabarkan bahwa Republik Indonesia masih utuh dan tegak berdiri ditengah claim Belanda bahwa Indonesia telah ditaklukkan padahal pada waktu itu Pemerintahan telah pindah ke Bukittinggi bukan lagi diJogja.

Hari ini kita ketahui bahwa diMinang sendiri juga masih berdiri sebuah kerajaan besar Pagaruyung dengan tentu anak cucu keturunan rajanya terdahulu juga masih ada dan terus melestarikan warisan budaya dan tradisi yang ada, tentu melalui perjalanan panjangnya sudah selayaknya Pemerintah Indonesia juga wajib melibatkannya didalam pemerintahannya semisal memberi ruang kerajaan dan tokoh adat pada posisi pengambilan keputusan penting menuju Indonesia Emas di 2045.

Namun yang lebih penting lagi Pemerintah Indonesia juga harus berani membenahi dan meluruskan sejarah dengan memasukkan nama Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden Republik Indonesia Ke 2 didalam catatan sejarahnya.

iklan

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *