Di Tengah Perbedaan, Penyelenggara Negara Harus Hadir sebagai Wasit yang Adil

oleh
iklan

YOGYAKARTA — Sampaikan amanat di acara Syawalan Keluarga Besar Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Sabtu (29/4) Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir tekankan pesan persatuan di tengah-tengah perbedaan.

Membuka amanatnya, Haedar menyinggung tentang perbedaan yang terjadi ditubuh bangsa ini dan peran yang harus dimainkan oleh negara. Menurutnya, di tengah perbedaan penyelenggara negara harus hadir menjadi wasit yang adil. Tidak boleh negara condong ke salah satu pihak.

“Jika kita tidak bisa menempatkan perbedaan secara proporsional, maka yang terjadi adalah keretakan.” Ucapnya

Terkait dengan ramainya polemik perbedaan penentuan Idulfitri, Haedar mengatakan bahwa umat dan bangsa ini sudah terbiasa dengan berbagai perbedaan. Namun, apabila perbedaan tidak dilandasi keimanan yang kokoh, akan melahirkan sikap dan pandangan yang sempit seperti yang ramai akhir-akhir ini.

Oleh karena itu, menurut Haedar keimanan yang dimiliki oleh muslim harus bisa diaktualisasikan dalam pandangan serta sikap yang luas dalam menghadapi perbedaan. Dari keimanan tersebut menjadi landasan kokoh seorang muslim dalam menghadapi segala perbedaan, termasuk perbedaan di internal umat.

Dimensi aktualisasi iman, sambung Haedar adalah amaliah. Seorang muslim yang beriman seyogianya memiliki gerakan amal yang otentik. Dimensi iman seorang muslim harus mencerahkan kalbu, sehingga ilmu yang dimiliki dapat dikonkretkan untuk kebaikan bersama.

Dalam pandangannya, ilmu dan kalbu yang tidak tercerahkan oleh iman berdampak pada manifestasi dari ilmu akan condong pada subyektifitas. Sehingga alih-alih memberikan manfaat ke sesama, ilmu yang dimanifestasikan hanya sebagai bentuk eksistensi diri atau kelompok yang memicu lahirnya konflik atau kegaduhan.

“Agama mengajarkan, bikin reaksi yang proposional. Tapi jangan berlebihan, karena berlebihan itu tidak baik.” Pesan Haedar untuk merespon kegaduhan publik.

Aktualisasi keimanan dan amal salih hasil dari ibadah Puasa Ramadan, imbuhnya, menjadi bekal untuk membangun kehidupan dan pranata sosial yang lebih baik. Bagi Muhammadiyah, aktualisasi iman yang memadati menjadi amal usaha, merupakan usaha konkrit dalam membangun kehidupan dan pranata sosial yang lebih baik.

Guru Besar Sosiologi ini berpesan, bahwa pada kesempatan Syawalan ini supaya tidak muncul lagi kegaduhan-kegaduhan. Misalnya muncul pelarangan dari penyelenggara negara kepada salah satu kelompok yang hendak mengadakan acara Syawalan.(wh/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *