DOOM SPENDING: Belanja untuk Melupakan Kekhawatiran

oleh
iklan

Oleh: Mas Raden (Pemred Portalistana. Id

Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan ketegangan hubungan internasional, muncul fenomena yang menarik: “doom spending.” Istilah ini merujuk pada kecenderungan orang untuk menghabiskan uang sebagai cara mengatasi stres dan kecemasan yang diakibatkan oleh berita-berita buruk yang terus-menerus menghantui mereka. Fenomena ini mencerminkan dinamika psikologis yang kompleks, di mana belanja impulsif menjadi pelarian dari kenyataan yang menyakitkan.

Kondisi ekonomi yang fluktuatif dan konflik global seperti perang, krisis energi, dan perubahan iklim menciptakan suasana ketidakpastian. Berita mengenai inflasi yang melonjak, harga bahan pokok yang tak terjangkau, dan ancaman resesi sering kali menghujani media sosial dan berita online. Di era informasi yang cepat ini, ponsel pintar menjadi alat utama untuk mengakses semua informasi tersebut. Namun, bukan hanya sebagai sumber pengetahuan, perangkat ini juga memfasilitasi perilaku belanja yang impulsif.

Fasilitas pembayaran seperti “Buy Now, Pay Later (BNPL)” semakin mempermudah orang untuk berbelanja tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang. Dalam situasi di mana orang merasa tertekan, tawaran ini dapat menjadi jebakan yang menggiurkan. Bukannya mencari solusi untuk masalah finansial, banyak yang justru memilih untuk berbelanja demi sesaat, berharap barang-barang yang dibeli dapat memberikan kebahagiaan yang hilang. Ironisnya, belanja ini sering kali berujung pada masalah keuangan yang lebih besar.

Doom spending tidak hanya berdampak pada keadaan keuangan individu, tetapi juga menciptakan siklus stres yang berkelanjutan. Meskipun belanja dapat memberikan rasa lega sementara, efek jangka panjangnya sering kali adalah rasa bersalah dan tekanan finansial. Kecemasan tidak hilang; malah semakin mendalam. Fenomena ini mencerminkan bagaimana kita berusaha menanggulangi masalah dengan cara yang salah, seakan-akan belanja dapat menjadi solusi untuk isu-isu yang lebih besar.

Media sosial juga memiliki peran penting dalam memperburuk fenomena ini. Dengan akses informasi yang tak terbatas, pengguna sering kali terpapar pada gambaran kehidupan orang lain yang tampak lebih baik, lebih kaya, dan lebih bahagia. Ini menciptakan perbandingan sosial yang tidak sehat dan memicu dorongan untuk menghabiskan uang demi mempertahankan citra atau status tertentu. Influencer yang mempromosikan gaya hidup glamor semakin memperkuat keyakinan bahwa kebahagiaan dapat dibeli.

Lalu, bagaimana kita bisa menghadapi dan mengatasi doom spending? Pertama-tama, penting untuk meningkatkan kesadaran akan perilaku belanja kita. Mengidentifikasi kapan dan mengapa kita berbelanja dapat membantu kita membuat keputusan yang lebih bijak. Mencari alternatif untuk mengatasi stres, seperti berolahraga, meditasi, atau berkumpul dengan teman, bisa menjadi solusi yang lebih sehat.

Pendidikan finansial juga menjadi kunci. Memahami bagaimana uang bekerja, termasuk pentingnya menabung dan mengelola utang, dapat membekali individu dengan keterampilan yang diperlukan untuk menghindari belanja impulsif. Saat kita mampu mengelola keuangan dengan baik, kita dapat mengurangi kekhawatiran dan mengalihkan fokus dari belanja ke pengelolaan sumber daya yang lebih baik.

Doom spending mencerminkan respon manusia terhadap stres dan ketidakpastian. Dengan memanfaatkan teknologi, belanja menjadi cara mudah untuk mencari pelarian. Namun, penting bagi kita untuk menyadari bahwa sementara belanja bisa memberikan kepuasan sesaat, dampak jangka panjangnya sering kali berlawanan dengan harapan kita. Dalam menghadapi ketidakpastian, penting untuk menemukan cara-cara yang lebih sehat dan produktif untuk mengelola kecemasan dan stres. Melalui peningkatan kesadaran diri dan pendidikan finansial, kita dapat mengambil langkah menuju perilaku belanja yang lebih bijaksana, serta menciptakan kehidupan yang lebih seimbang dan memuaskan.

iklan

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *