Bojonegoro — Masyarakat Desa Perambatan, Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro, mulai mempertanyakan kejelasan pengelolaan Dana Desa (DD) dari anggaran tahun 2021 hingga 2023. Dugaan adanya penyelewengan, termasuk penggelembungan anggaran serta kegiatan fiktif, semakin menguat setelah hasil investigasi media mengindikasikan adanya potensi penyimpangan pada beberapa kegiatan yang tidak sesuai dengan perencanaan.
Hasil investigasi menunjukkan sejumlah kegiatan di Desa Perambatan dianggap tidak transparan dan terindikasi tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disetujui. Beberapa bidang yang paling mencurigakan termasuk bidang pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat, dan pembinaan masyarakat. Dalam bidang pembangunan, pelaksanaan beberapa proyek infrastruktur diduga menghabiskan anggaran yang jauh lebih besar dari yang seharusnya. Sementara itu, bidang pemberdayaan masyarakat menyisakan banyak tanda tanya terkait kegiatan-kegiatan yang dinilai tidak jelas realisasinya, meski telah menghabiskan anggaran yang signifikan. Di sisi lain, pada bidang pembinaan masyarakat, warga melaporkan bahwa sejumlah kegiatan pembinaan dinyatakan sebagai program rutin, namun hasil nyata dari program ini tak dirasakan oleh masyarakat setempat.
Berbagai keluhan masyarakat mengenai transparansi anggaran ini sudah muncul sejak 2021, terutama berkaitan dengan implementasi Dana Desa (DD) dan Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD). Dana yang diturunkan setiap tahunnya terbilang besar, namun masyarakat merasa hasil pembangunan di desa tidak sepadan dengan anggaran yang dikucurkan. Ketidakjelasan laporan anggaran semakin memperparah kecurigaan warga, yang mulai mempertanyakan apakah anggaran benar-benar dimanfaatkan untuk kebutuhan desa.
“Dari dana yang besar ini, kami tidak melihat perubahan berarti di desa. Beberapa proyek pembangunan bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan warga,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Ia menambahkan bahwa minimnya transparansi mengenai anggaran telah menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat.
Menanggapi dugaan penyelewengan ini, awak media mencoba meminta konfirmasi langsung dari Kepala Desa Perambatan. Sayangnya, upaya untuk mendapatkan jawaban terkait hal ini tidak membuahkan hasil. Bungkamnya Kepala Desa terhadap permintaan klarifikasi dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang menyatakan bahwa setiap badan publik, termasuk pemerintahan desa, wajib menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau media sebagai bagian dari upaya transparansi.
Andi, SH. Pakar hukum tata pemerintahan menilai bahwa sikap kepala desa yang tidak kooperatif ini berpotensi menunjukkan adanya usaha untuk menutupi dugaan penyelewengan.
“Kepala desa wajib memberikan informasi terkait penggunaan Dana Desa, apalagi jika muncul dugaan penyimpangan. Jika tidak, ini bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,” ujar pakar tersebut dalam wawancara terpisah.
Minimnya transparansi anggaran ini semakin memicu kekecewaan masyarakat, yang merasa hak mereka atas informasi penggunaan dana desa telah diabaikan. Sejumlah warga bahkan mempertimbangkan untuk melaporkan kasus ini kepada inspektorat daerah guna diaudit secara menyeluruh, sehingga penggunaan Dana Desa di Desa Perambatan dapat dipastikan tidak disalahgunakan. Mereka juga berharap Pemerintah Kabupaten Bojonegoro turun tangan mengawasi transparansi pengelolaan dana desa di wilayahnya, guna mengurai dugaan penyelewengan yang selama ini berlangsung.
Kasus ini menunjukkan bahwa keterbukaan informasi merupakan kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Apabila Kepala Desa Perambatan terus bungkam terhadap permintaan klarifikasi, bukan tidak mungkin kasus ini akan berlanjut menjadi investigasi yang lebih mendalam dan meluas, serta dapat berujung pada penegakan hukum bagi pihak-pihak yang terbukti terlibat.[den/red]