Kemelut Kepengurusan INI, Nasib Calon Notaris Terkatung-Katung

oleh
iklan

Jakarta – Kemelut yang melanda organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) telah menimbulkan kebingungan bagi calon notaris atau Anggota Luar Biasa (ALB). Saat ini, INI memiliki dua kepengurusan berbeda yang terbentuk dari hasil Kongres XXIV di Banten dan Kongres Luar Biasa (KLB) di Bandung, Jawa Barat. Konflik internal tersebut menyebabkan nasib para ALB menjadi terkatung-katung, meskipun mereka telah mengikuti Ujian Kode Etik Notaris (UKEN) yang diselenggarakan oleh kedua kepengurusan. Sayangnya, hasil UKEN tersebut tidak diakui dalam proses pengangkatan notaris.

Merespons situasi ini, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor AHU-AH.02-37 Tahun 2024. Surat ini mengatur kebijakan pemenuhan syarat permohonan pengangkatan, perpindahan wilayah jabatan, dan perpanjangan masa jabatan notaris. Selain itu, Dirjen AHU juga mengumumkan penyelenggaraan Computer Assisted Test (CAT) untuk seleksi pengangkatan calon notaris tahun 2024, yang diumumkan pada 13 September 2024.

Namun, kebijakan ini menuai kritik. Dr. Pieter E. Latumenten, SH., MH., seorang pakar hukum sekaligus dosen di berbagai program Magister Kenotariatan, menyarankan agar penyelenggaraan seleksi pengangkatan calon notaris melalui CAT dikaji ulang. Menurutnya, Pasal 3 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2014 tidak mensyaratkan adanya ujian seleksi pengangkatan notaris.

“Mahkamah Agung (MA) dalam putusan Nomor 50P/HUM/2018 secara tegas menyatakan bahwa ujian pengangkatan notaris bertentangan dengan UU Jabatan Notaris karena tidak ada ketentuan dalam UU tersebut yang mewajibkan ujian. Oleh karena itu, norma ujian pengangkatan notaris dinyatakan batal dan tidak memiliki kekuatan mengikat,” ungkap Pieter dalam wawancara, Senin (16/9/2024).

Lebih lanjut, Pieter menegaskan bahwa jika pengangkatan notaris mengikuti ketentuan Pasal 3 UUJN, maka Permen Hukum dan HAM RI No. 19 Tahun 2019 perlu diubah. Semua persyaratan yang bertentangan dengan Pasal 3 UUJN, termasuk sertifikat Kode Etik Notaris dan magang selama 24 bulan berturut-turut, seharusnya dihapus. Menurutnya, pengangkatan notaris cukup dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri tanpa memerlukan rekomendasi dari organisasi notaris agar proses tersebut tidak menimbulkan masalah hukum di masa depan.

Selain itu, Pieter menyoroti pentingnya mencabut persyaratan ujian seleksi berbasis komputer atau ujian lainnya dalam proses pengangkatan notaris, yang menurut putusan MA No. 50P/HUM/2018 sudah dinyatakan tidak sah.

“Persyaratan ini tidak hanya melanggar UU Jabatan Notaris, tetapi juga menambah beban anggaran yang sebenarnya tidak perlu,” jelas Pieter.

Di akhir wawancara, Pieter menyampaikan bahwa meskipun konflik hukum terkait kepengurusan INI masih berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), calon notaris tetap dapat diangkat secara sah.

“Selama pengangkatan mengikuti ketentuan Pasal 3 UUJN, calon notaris tidak memerlukan persyaratan tambahan yang tidak tercantum dalam UU tersebut. Ini juga akan menghemat anggaran untuk hal-hal yang tidak diperlukan,” pungkasnya.

Dengan adanya kemelut di tubuh organisasi notaris dan dualisme kepengurusan ini, nasib ALB dan calon notaris tampaknya masih memerlukan kepastian hukum lebih lanjut untuk mencegah dampak yang lebih luas di kemudian hari.[den/red]

iklan

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *