KH Ubaidullah Shodaqoh: Banjir Besar Yang Terjadi Adalah Kewajaran Bukan Karena Perusakan Alam, Ekploitasi Yang Berlebihan

oleh
iklan

Kota Semarang – Beredarnya berita dijagad maya terkait akan terbentuknya selat muria juga menarik respon tokoh yang juga Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH. Ubaidullah Shodaqoh. Dalam keterangannya yang dilansir portalistana.id dari banten.nu.or,id, Minggu (24/3/2024) menyebutkan bahwa banjir besar yang terjadi adalah kewajaran bukan karena perusakan alam, ekploitasi yang berlebihan.

“Narasi Selat Muria kini semakin marak didengungkan. Saya khawatir seolah menganggap bahwa banjir besar yang terjadi adalah kewajaran bukan karena perusakan alam, ekploitasi yang berlebihan, dan penanggulangan yang setengah hati sehingga tidak perlu penanganan serius pemerintah,” kata Kiai Ubaid dalam akun X dilihat NU Online Banten, Sabtu (22/3/2024).  ​

Dilansir dari kemendikbud.go.id, Selat Muria adalah wilayah perairan telah berubah menjadi daratan. Hal ini diakibatkan oleh endapan fluvio-marin yang telah mengubah wilayah tersebut menjadi daratan. Wilayah tersebut kini lebih dikenal sebagai bagian dari Kabupaten Demak, Kudus, Grobogan, Pati, dan juga Rembang.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan peristiwa banjir besar yang merendam Demak hingga Kudus tak ada kaitan dengan isyarat kemunculan kembali Selat Muria. Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Eko Soebowo menjelaskan bahwa banjir yang terjadi murni pengaruh alam akibat kondisi cuaca ekstrem serta kegiatan pembabatan hutan dan perubahan tata guna lahan yang jadi pemicu sedimentasi terjadi di sisi selatan.

“Cuaca memang ekstrem dan daerah aliran sungai di wilayah sana tidak mampu menampung volume air hujan yang tinggi karena terjadi sedimentasi,” ujarnya dilansir dari Antara.

Bahkan, pengambilan air tanah berlebihan membuat kawasan pesisir pantai utara Jawa mengalami penurunan muka tanah yang signifikan 5 sampai 10 centimeter per tahun. Eko mengungkapkan, bentuk mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengeringkan kembali daratan Demak hingga Kudus adalah pembenahan tata guna lahan.

“Kawasan konservasi dan kawasan lindung yang dulu dibuka untuk kawasan komersial dan perumahan harus dikembalikan lagi fungsinya sebagai zona resapan air,” kata Eko. Ia mengingatkan agar masyarakat bijaksana dalam penggunaan air. Kegiatan pengambilan air tanah yang dilakukan secara berlebihan telah membuat kawasan Demak hingga Kudus mengalami penurunan muka tanah yang parah.

“Pengambilan air tanah secara berlebihan juga harus dikurangi dengan membangun bendungan yang berfungsi sebagai sumber air bersih bagi masyarakat setempat, seperti Waduk Jatibarang di Semarang dan Waduk Jati Gede di Indramayu,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Nahdlatul Ulama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAZISNU PBNU) Habib Ali Hasan Al Bahar mengatakan, pihaknya telah mengumpulkan dana senilai Rp 9 miliar untuk membantu warga terdampak bencana banjir di Sumatera Barat (Sumbar) dan Jawa Tengah (Jateng). Dana tersebut akan segera disalurkan dalam bentuk bantuan logistik yang meliputi makanan, selimut, dan hal lain yang diperlukan melalui koordinasi dengan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) PBNU. “Tidak kurang Rp 9 miliar yang sudah siap. Nanti kami akan salurkan,” ujar Habib Hasan dalam konferensi pers di Gedung PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis (21/3/2024). [red]

 

iklan

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *