Kontraktor Proyek Jalan Medoho Lanjutan Layak Masuk Daftar Hitam

oleh
iklan

KOTA SEMARANG – Proyek Peningkatan Jalan dan Saluran Medoho Lanjutan di Kota Semarang kembali menjadi pusat perhatian publik setelah ditemukannya pelanggaran serius yang dilakukan oleh kontraktor yang bertanggung jawab. CV. Purisidi, sebagai pemenang tender dengan nilai kontrak Rp. 3.915.000.000,00 dari pagu awal sebesar Rp. 5.050.887.180,52, diduga kuat tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan spesifikasi teknis dan peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang berlaku.

Temuan di lapangan menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan proyek ini, kontraktor tidak memasang lantai kerja sebelum menempatkan U ditch, yang merupakan elemen penting dalam konstruksi saluran air. Lantai kerja berfungsi sebagai dasar yang stabil dan kuat bagi U ditch, memastikan saluran tidak mudah bergeser atau mengalami kerusakan. Ketidakhadiran lantai kerja ini secara langsung melanggar spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam dokumen kontrak dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi.

Tidak hanya itu, di beberapa titik lokasi proyek, U ditch dipasang langsung di atas tanah yang masih basah dan terdapat genangan air, tanpa ada upaya untuk mengeringkan atau memperbaiki kondisi tanah terlebih dahulu. Praktik ini tidak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip konstruksi yang baik tetapi juga menimbulkan risiko kerusakan dini pada saluran yang dibangun. Akibatnya, kualitas hasil akhir proyek ini dipertanyakan, dan masyarakat sekitar berpotensi mengalami kerugian akibat sistem drainase yang tidak berfungsi dengan baik.

Selain pelanggaran teknis, kontraktor juga diduga tidak mematuhi peraturan K3 yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3. Dalam beberapa kunjungan lapangan, tidak ditemukan adanya rambu-rambu peringatan atau tanda bahaya yang seharusnya dipasang untuk melindungi pekerja dan masyarakat dari risiko kecelakaan. Hal ini menunjukkan kelalaian yang serius dan ketidakdisiplinan dalam mengelola proyek yang bernilai miliaran rupiah ini.

Menghadapi situasi ini, Rico Tomana, Manajer Eksekutif GSN Foundation, menyatakan bahwa CV. Purisidi layak masuk daftar hitam.

“Kontraktor yang tidak mematuhi spesifikasi teknis dan mengabaikan K3 dalam proyek publik seharusnya menerima sanksi tegas, termasuk masuk daftar hitam. Ini bukan hanya tentang kualitas pekerjaan, tetapi juga tentang keselamatan pekerja dan masyarakat. Kita tidak bisa menoleransi pelanggaran seperti ini,” tegas Rico, Kamis (5/9/2024).

Lebih lanjut, Rico juga menyoroti peran Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang dalam pengawasan proyek ini. Menurutnya, DPU harus bertanggung jawab atas kurangnya pengawasan yang menyebabkan pelanggaran-pelanggaran ini terjadi.

“DPU harus memastikan bahwa setiap proyek yang mereka kelola dilaksanakan dengan standar yang tinggi. Pengawasan yang lemah hanya akan membuka celah bagi kontraktor nakal untuk mengabaikan aturan dan spesifikasi yang telah ditetapkan,” tambahnya.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut, CV. Purisidi dapat dikategorikan sebagai kontraktor yang tidak layak untuk diberikan kepercayaan dalam menangani proyek-proyek pemerintah di masa depan. Pelanggaran yang dilakukan tidak hanya mencederai prinsip-prinsip profesionalisme dalam konstruksi tetapi juga berpotensi membahayakan keselamatan masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, kontraktor yang terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap spesifikasi teknis dan peraturan K3 dapat dikenai sanksi administratif hingga pembatalan kontrak dan masuk daftar hitam.

Daftar hitam atau blacklist merupakan daftar kontraktor yang dilarang mengikuti tender atau menerima proyek dari pemerintah untuk jangka waktu tertentu. Ini merupakan sanksi yang bertujuan untuk menjaga integritas dan kualitas proyek-proyek pemerintah, serta memberikan efek jera kepada kontraktor yang melanggar aturan. Dalam konteks ini, CV. Purisidi, dengan catatan pelanggaran yang ada, sangat layak untuk dikenakan sanksi ini guna mencegah terulangnya pelanggaran serupa di masa depan.

Selain itu, pelanggaran yang dilakukan oleh CV. Purisidi juga menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan integritas proses lelang yang dilakukan oleh DPU Kota Semarang. Dengan adanya penawaran harga yang jauh di bawah nilai pagu awal, yaitu dengan selisih 29,01%, terdapat kekhawatiran bahwa kualitas pekerjaan akan dikorbankan demi efisiensi biaya. Hal ini terbukti dengan tidak adanya lantai kerja dan pelanggaran K3 yang ditemukan di lapangan.

Inspektorat Kota Semarang, sebagai lembaga pengawas internal pemerintah, serta Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perlu turun tangan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap proses lelang dan pelaksanaan proyek ini. Langkah ini penting untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan dari anggaran publik digunakan dengan sebaik-baiknya dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kesimpulannya, CV. Purisidi layak untuk dimasukkan ke dalam daftar hitam sebagai konsekuensi dari pelanggaran-pelanggaran serius yang dilakukan dalam proyek Peningkatan Jalan dan Saluran Medoho Lanjutan. Sanksi ini tidak hanya sebagai bentuk keadilan bagi masyarakat yang dirugikan, tetapi juga sebagai upaya untuk menjaga integritas dan kualitas proyek-proyek infrastruktur di Kota Semarang. DPU Kota Semarang perlu mengambil langkah tegas untuk memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang, serta meningkatkan pengawasan dan transparansi dalam setiap tahap pelaksanaan proyek.[den/red]

iklan

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *