Bojonegoro – Komisi Pemantau Media Indonesia (KPMI) mendorong Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro untuk melibatkan ahli dari Dewan Pers dalam sidang gugatan perdata yang melibatkan CV LSWA sebagai penggugat terhadap lima media online. Gugatan ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik jurnalistik dan atau perbuatan melawan hukum dalam sejumlah karya tulis.
Ketua Harian KPMI, Rico Tomana, menekankan pentingnya Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa pemberitaan.
“Sesuai mekanisme yang diatur UU Pers, sengketa pemberitaan harus terlebih dahulu diputuskan oleh Dewan Pers, bukan langsung diterapkan pasal dalam UU ITE,” ujarnya. Jum’at (6/12/2024).
Rico mengungkapkan bahwa Dewan Pers telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kabareskrim Mabes Polri, yang salah satu poinnya menegaskan bahwa laporan masyarakat terkait pemberitaan harus diverifikasi oleh Dewan Pers. Jika terbukti merupakan produk jurnalistik, penyelesaiannya harus melalui mekanisme UU Pers, bukan jalur pidana.
Dikutip dari suarabanyuurip.com, kelima media yang menjadi tergugat dalam perkara ini adalah:
- Infokitanews.com dengan artikel “Pola Licik Pemain Tambang Ilegal di Tuban dan Bojonegoro Untuk Hindari Razia” (4 November 2024).
- Penarealita.com dengan artikel “APH Bojonegoro Diduga dikadali Pemain Tambang Ilegal Berkedok Pengolahan Lahan Pertanian” (4 November 2024).
- Kupaskriminal.com dengan artikel “Diduga Pemain Tambang Ilegal Berkedok Pengolahan Lahan Pertanian Akali APH” (4 November 2024).
- Mediahumaspolri.com dengan artikel “Pola Licik Pemain Tambang Diduga Ilegal Bojonegoro dan Tuban Akali Aturan Untuk Kadali APH” (4 November 2024).
- Kabarreskrim.net dengan artikel serupa yang diterbitkan pada tanggal yang sama.
Menurut Rico, pelibatan Dewan Pers dalam kasus ini penting untuk memastikan pemeriksaan dilakukan secara profesional, termasuk evaluasi kompetensi para jurnalis dan validasi keberadaan lembaga media tersebut.
Rico juga mengingatkan pentingnya memperhatikan Seruan Dewan Pers Nomor 01/Seruan-DP/I/2014 tentang penggunaan nama penerbitan pers. Dewan Pers melarang media menggunakan nama yang menyerupai lembaga pemerintahan, penegak hukum, atau lembaga publik karena dapat menimbulkan kesalahpahaman dan berpotensi disalahgunakan.
“Beberapa media tergugat dalam perkara ini menggunakan nama yang menyerupai institusi tertentu. Hal ini perlu menjadi perhatian serius, sesuai seruan Dewan Pers yang melarang penggunaan nama semacam itu karena dapat merugikan publik,” tambah Rico.
KPMI berharap PN Bojonegoro melibatkan ahli dari Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), atau Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) untuk memberikan pandangan profesional dalam kasus ini. Rico menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pembelajaran bersama bagi insan pers agar tetap mematuhi kode etik jurnalistik dan melindungi kemerdekaan pers sesuai amanat UU Pers.
“Semoga langkah ini menjadi contoh baik yang bisa dijadikan acuan dalam menyelesaikan sengketa pers di masa depan,” tutupnya.[den/red]