SEMARANG — Dunia pelajar Nahdlatul Ulama (NU) diguncang oleh tindakan kontroversial yang melibatkan sejumlah pengurus Pimpinan Wilayah (PW) IPNU-IPPPNU Jawa Tengah. Baru-baru ini, melalui unggahan di akun Instagram @ipnuippnujamannow, diketahui bahwa sekelompok pengurus organisasi pelajar NU tersebut mendeklarasikan dukungannya terhadap salah satu pasangan calon gubernur pada Pilkada 2024. Tindakan ini memicu gelombang kritik tajam, terutama dari Mas Raden, seorang alumni IPNU sekaligus mantan Direktur Student Crisis Center yang kini berdomisili di Semarang.
Mas Raden, yang juga pernah menjabat sebagai Bendahara PC IPNU Bojonegoro, menilai bahwa tindakan pengurus PW IPNU-IPPNU Jateng tersebut sangat melenceng dari tujuan dan amanah organisasi. Ia menyatakan kekecewaannya yang mendalam atas langkah politik praktis yang melibatkan organisasi pelajar dalam hiruk-pikuk kontestasi politik. Menurut Mas Raden, IPNU-IPPNU seharusnya menjaga jarak dengan politik praktis dan tidak terjebak dalam dinamika pilkada yang sering kali membawa kepentingan politik tertentu.
“Ini sudah sangat offside, apalagi kami di IPNU-IPPNU dilatih untuk menjadi pelajar yang berintegritas, bukan menjadi alat politik. Apa yang dilakukan pengurus PW IPNU-IPPNU Jateng jelas mencoreng nama besar organisasi yang selama ini kami banggakan. Ini bukan sekadar soal kepentingan politik, tapi juga soal menghargai amanah organisasi,” ujar Mas Raden dengan nada tegas. Selasa (19/11/2024).
Kontroversi ini semakin memanas setelah berbagai pihak mengingatkan bahwa langkah tersebut bertentangan dengan pedoman AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) IPNU dan IPPNU. Dalam , Pasal 24 Ayat 1 dengan jelas melarang pengurus untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis. Sementara itu, untuk IPPNU dalam Pasal 186 Ayat 3 juga menegaskan bahwa pengurus harian IPPNU tidak boleh merangkap jabatan di partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik tertentu.
Gus Yahya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), pun sudah beberapa kali menekankan agar organisasi NU, termasuk IPNU-IPPNU, tetap bersikap netral dan tidak terjebak dalam dukung-mendukung di Pilkada.
Perbuatan pengurus PW IPNU-IPPPNU Jateng, menurut Mas Raden, bukan hanya melanggar ketentuan AD/ART, tetapi juga membelokkan esensi organisasi yang seharusnya menjadi tempat untuk mengembangkan potensi pelajar, bukan ajang perebutan dukungan politik.
“Kami sangat berharap Pimpinan Pusat IPNU-IPPNU dapat bertindak tegas dengan mencopot atau memberhentikan Ketua IPNU dan IPPNU Jateng. Ini adalah langkah penting untuk menjaga marwah organisasi yang selama ini telah membangun citra positif di mata masyarakat,” tambahnya.
Kritikan terhadap pengurus PW IPNU-IPPNU Jateng ini menggema di berbagai kalangan, terutama di kalangan alumni IPNU yang merasa prihatin melihat organisasi yang mereka bangun bersama kini terjerumus dalam perdebatan politik praktis. Bagi mereka, IPNU-IPPNU harus tetap berdiri tegak sebagai organisasi pendidikan dan pengembangan karakter, bukan sebagai alat politik yang menguntungkan kepentingan tertentu.
Dalam kondisi seperti ini, tantangan terbesar yang dihadapi oleh organisasi pelajar NU adalah bagaimana menjaga independensi dan netralitas, sambil tetap mengedepankan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendiri NU. Ke depan, dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat dan disiplin yang lebih tinggi agar kasus serupa tidak terulang, dan IPNU-IPPNU tetap menjadi wadah yang memajukan intelektualitas dan karakter pelajar NU.[edo/red]