Moralitas: Pesan Bijak Maulid Kanjeng Nabi Muhammad

oleh
iklan

Oleh: Usman Roin

SEKADAR-melihat viralnya peristiwa bulliying yang terjadi pada sekolah di Cilacap, kemudian perilaku melukai guru yang dilakukan oleh peserta didik di Demak, sungguh menyayat hati penulis.

Ingin rasanya penulis tidak melihat gadget “agar tidak tahu” prilaku fulgar yang dipertontonkan, yang kemudian  bisa ditonton kembali siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Nyatanya, hal itu tidak bisa. Karena derasnya teknologi informasi, seakan-akan menghilangkan sekat tanpa batas aneka peristiwa yang terjadi untuk dilihat setiap saat.

Dua sampel peristiwa yang penulis suguhkan tentu timbul pertanyaan besar. Di mana moralitas mereka? Apakah moralitas yang dimiliki sekadar teori dan minus implementasi!

Berkaca kepada kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad Saw yang kita peringati, tentu pr besar kini adalah bagaimana membawa moralitas terimplementasi nyata. Sekadar kembali kepada sejarah, bila Kanjeng Nabi itu memesona dari berbagai aspek yang didambakan oleh dunia kemanusiaan, sepanjang sejarah, di mana pun dan kapan pun.

Bahkan para ulama, sejarawan dan cendikiawan muslim, kata K. H. Husein Muhammad dalam bukunya yang berjudul “Bersama Nabi Muhammad Saw: Khazanah Akhlak Kemanusiaan yang Maha Indah” (2023:170), menggambarkan sosok Kanjeng Nabi sebagai berikut:

“Bila ada orang yang meninggal dunia, beliau menggiring jenazahnya. Jika ada orang yang tengah sakit, beliau menengoknya meski berada di tempat yang jauh. Beliau juga sering duduk dalam posisi sama bersama-sama dengan orang fakir.

Beliau juga tidak segan mengambilkan untuk mereka makanan dengan tangan beliau sendiri. Terhadap pertemanan, beliau senang untuk sekadar silaturahmi.

Beliau juga menghormati orang-orang yang berbudi pekerti luhur, dan tetap berbuat baik kepada orang yang tidak baik (ahl asy-Syarr).

Beliau sangat suka mengunjungi kerabat dekatnya tanpa melebih-lebihkan mereka dari orang-orang yang lain. Dan beliau juga tidak pernah bertindak kasar kepada siapapun, dan memaafkan orang yang meminta maaf”.

Deskripsi perilaku Kanjeng Nabi yang penulis paparkan di atas, bila dinalar sungguh luar biasa. Bahkan, kala penulis meresapi hingga sampai reluh hati, tetes air mata tak tahan ingin keluar. Betapa agungnya Kanjeng Nabi Muhammad Saw yang kelahirannya kita peringati bulan Rabi’ul Awwal ini.

Contoh kecil, sebagaimana deskripsi yang penulis utarakan di atas, Kanjeng Nabi “tidak pernah bertindak kasar kepada siapapun”. Tentu, ini menyiratkan makna yang dalam sekali.

Terkadang, karena emosional sesaat, tindakan-tindakan kasar “ringan” kita lakukan kepada sesama. Tentu, ini sungguh di luar dari perilaku yang diajarkan oleh Kanjeng Nabi kepada kita generasi yang kini mengisi bumi ini.

Jika demikian, seiring dengan peringatan Maulid Kanjeng Nabi, kita perlu belajar, lebih kenal kembali, sosok pribadi Agung Muhammad Saw. Tujuannya, bila dahulu Kanjeng Nabi diutus untuk memuliakan harkat dan martabat sesama manusia. Tetapi mengapa kini, kita seakan tidak memuliakan sekali kepada sesama?

Alhasil, Kanjeng Nabi dalam berperilaku tidak sekadar konsep, tetapi riil dijalankan dalam laku kehidupan beliau. Hal ini seakan bertolak belakang dengan peristiwa yang penulis paparkan di-lead awal. Penulis menduga, moralitas yang dimiliki pelaku masih sebatas pengetahuan dan belum bertranformasi menjadi sikap yang dalam Taksonomi Bloom melekat dalam ranah afektif.

Karenanya, sekali lagi momen kelahiran Kanjeng Nabi ini akan lebih afdhol digunakan untuk mendalami keluhuran budi beliau. Hal ini sebagaimana tertera dalam firman Allah surah al-Ahzab: 21.

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat…”

Bahkan Syekh Yusuf an-Nabhani dalam puisinya mengatakan “Ajmal al-‘Alamina kholqa wa khuluqa ma lahu fi jamalihi nudharaahu”. Yang artinya, Kanjang Nabi adalah orang yang paling indah secara fisik dan budi pekertinya. Keindahannya tak tertandingi.

Sementara para sufi falsafi, untuk menggambarkan keindahan Kanjeng Nabi sering mengutip hadis Qudsi yang berbunyi “Laulaka, laulaka ma khalaqtu al-aflak”. Andai bukan karenamu, andai bukan karenamu, Muhammad, tak akan Aku ciptakan alam semesta ini.

Jika demikian, sudah seharusnya generasi Islam, meneladai “sumber moralitas” merujuk kepada Kanjeng Nabi. Melalui apa? Solusi penulis, dengan banyak membaca biografi Kanjeng Nabi Muhammad yang kini buku-bukunya banyak tersebar di toko buku.

Hal itu bertujuan, agar generasi kini tidak sekadar menerima pengetahuan terkait profile beliau terbatas dalam ruang kelas atau bahkan sepotong-potong. Akan tetapi utuh. Tidak sekadar utuh sebagai pengetahuan yang ditransfer, tetapi juga utuh pula berwujud perilaku keseharian.

Perlu diketahui, membaca kembali profile Kanjeng Nabi secara mandiri melalui sejarah moralitas yang telah terbukukan, memberi kemudahan kita mencari sosok pusat profile agar kemudian membentuk profile kita sebagai manusia kekinian yang memiliki moralitas tinggi.

Sehingga tidak ada lagi, yang namanya bulliying dan atas nama dengki hingga melukai. Itu karena, sudah ada kiblat diri pusat moralitas bagaimana menahan egoisme diri agar tidak terjerumus kepada tindakan-tindakan tak terpuji kepada Kanjeng Nabi.

Oleh karena itu, pesan bijak peringatan Maulid Kanjeng Nabi Muhammad Saw adalah mari kita teladani kembali kepribadian beliau yang mulia, serta meneruskan cita-citanya yang luhur untuk menegakkan moralitas sampai kapan pun guna tercipta harkat dan martabat kemanusiaan serta kedamaian di bumi. Amin ya rabbal ‘alamin.

* Penulis adalah Dosen Prodi PAI UNUGIRI Bojonegoro.

iklan

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *