Pemecatan Sepihak di RS Kariadi: Anwaril Ma’arif Melawan Ketidakadilan PT SOS

oleh
iklan

KOTA SEMARANG –  29 April 2024, menjadi hari yang tak terlupakan bagi Muchammad Anwaril Ma’arif, seorang tenaga outsourcing yang telah mengabdi selama hampir delapan tahun di Rumah Sakit Kariadi. Setelah bekerja tanpa cela sejak 2016, ia akhirnya diberhentikan secara sepihak oleh PT SOS, perusahaan yang mengambil alih pengelolaan tenaga outsourcing di rumah sakit tersebut pada Januari 2024. Pemecatan ini dilakukan tanpa dasar yang jelas dan tanpa pemberian surat pengalaman kerja atau paklaring, sebuah prosedur yang seharusnya dilakukan untuk memastikan transparansi dan keadilan bagi karyawan.

Pemutusan hubungan kerja tersebut dilakukan secara lisan oleh CPM Mujiono, yang mengemukakan sejumlah dalih untuk memberhentikan Anwaril. Salah satu alasan yang disampaikan adalah terkait dengan kegiatan lembur yang sering dilakukan oleh Anwaril. Namun, Anwaril mengemukakan bahwa lembur yang dilakukannya adalah hak semua karyawan dan dilakukan bukan atas inisiatif pribadi, melainkan karena kondisi darurat di mana anaknya sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Anwaril merasa bahwa lembur yang dilakukannya seharusnya tidak menjadi alasan pemecatan, terutama karena dia telah melakukannya dengan alasan yang sah dan justru untuk menghindari gangguan dalam aktivitas kerja di bidang parkir di Rumah Sakit Kariadi.

Setelah insiden tersebut, Anwaril dipaksa untuk mengikuti aturan baru yang diterapkan oleh PT SOS, yang membatasi lembur maksimal dua hari dalam sebulan. Anwaril mengungkapkan bahwa jika memang ada pembatasan semacam itu, seharusnya leader dan supervisor di tempat kerja memberikan peringatan atau melarangnya, bukan malah memberikan persetujuan yang menandakan seolah-olah kegiatan lembur tersebut diperbolehkan. Dengan tidak adanya larangan atau peringatan sebelumnya, Anwaril merasa bahwa dirinya telah dijebak oleh kebijakan yang tidak adil ini.

Memo yang dikeluarkan oleh PT SOS pada 22 Maret 2024, yang menjadi salah satu dasar pemecatan, juga menuai kritik tajam. Memo tersebut, menurut Anwaril, melanggar undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Bahkan, aturan jam kerja yang diberlakukan oleh PT SOS di Rumah Sakit Kariadi juga menjadi sorotan. Jam kerja yang melebihi 24 jam per hari dengan rincian shift pagi 8 jam, siang 7 jam, dan malam 9,5 jam, jelas tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Anwaril menegaskan bahwa setengah jam lembur dari total jam kerja tersebut seharusnya dihitung sebagai lemburan, yang berhak ia terima hingga akhir masa kerjanya pada 29 April. Anwaril juga menuntut pembayaran lemburan selama 120 hari yang belum dibayarkan, yang jumlahnya mencapai Rp 1.560.000.

Tidak hanya masalah lembur, Anwaril juga menuntut haknya atas pesangon berdasarkan PP Nomor 35 Tahun 2021 Pasal 40, yang menyebutkan bahwa karyawan yang dipecat berhak mendapatkan pesangon sebesar satu kali gaji. Selain itu, hak cuti lebaran dan satu hari cuti per bulan yang belum diambil juga harus digantikan dengan uang sebesar Rp 1.300.000. Namun, hingga saat ini, PT SOS belum memenuhi tuntutan tersebut, dan memo yang diterima oleh Anwaril bersama dengan surat keterangan dokter telah dipotong tanpa penjelasan yang jelas, yang menurut Anwaril melanggar Pasal 93 dan Pasal 186 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

Dalam undang-undang tersebut, diatur bahwa perusahaan yang melanggar ketentuan mengenai hak cuti karyawan dapat dikenai sanksi pidana paling singkat satu bulan atau paling lama empat tahun, serta denda mulai dari Rp 10 juta hingga Rp 400 juta. Anwaril merasa bahwa hak-haknya sebagai karyawan telah dilanggar secara sistematis oleh PT SOS, dan ia bertekad untuk memperjuangkan hak-haknya melalui jalur hukum.

Anwaril juga menyoroti ketidakjelasan dalam pembayaran gaji dan potongan-potongan yang dilakukan oleh PT SOS. Ia mengaku bahwa pembayaran gaji yang dikirimkan melalui transfer bank BCA sering kali tidak jelas, dan ketika ia meminta slip gaji untuk memahami rinciannya, permintaannya tidak pernah dipenuhi. Ini jelas melanggar kesepakatan kerja bersama dan juga Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Anwaril mengungkapkan bahwa PT SOS sering kali melakukan perubahan kebijakan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Ia merasa bahwa perubahan kebijakan yang dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa komunikasi yang jelas sangat merugikan karyawan dan menciptakan ketidakpastian kerja yang tidak adil. Menurutnya, ini adalah bentuk penindasan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap karyawan, yang tidak hanya berdampak pada dirinya, tetapi juga pada keluarganya.

Lebih jauh lagi, Anwaril menyoroti kinerja tim leader dan supervisor yang menurutnya tidak kompeten dalam menjalankan administrasi perusahaan. Ia mencurigai adanya praktik nepotisme dalam pengangkatan tim leader dan supervisor tersebut, yang mayoritas berasal dari lingkaran dalam Rumah Sakit Kariadi, sebuah BUMN. Ia mendesak agar tim tersebut diganti dengan orang-orang yang lebih kompeten dan profesional dalam menjalankan tugasnya, untuk menghindari terulangnya kasus serupa di masa depan.

Anwaril juga tidak tinggal diam dalam menghadapi ketidakadilan ini. Sebagai seorang pegawai yang dirampas haknya, ia berjanji akan memperjuangkan keadilan bagi dirinya dan karyawan lainnya yang mengalami nasib serupa. Ia bahkan berencana untuk mempermasalahkan tarif parkir di Rumah Sakit Kariadi yang menurutnya terlalu mahal dan melanggar Peraturan Walikota Semarang Nomor 37 Tahun 2021 serta visi misi BUMN yang seharusnya tidak berorientasi pada keuntungan semata.

Dalam wawancara dengan Muchammad Anwaril Ma’arif, Jum’at (16/8/2024). ia menegaskan bahwa apa yang dialaminya bukan hanya sekedar masalah pemutusan hubungan kerja, tetapi merupakan sebuah bentuk ketidakadilan yang lebih besar. Ia berharap bahwa dengan mengungkapkan kasus ini ke publik, pemerintah dan pihak terkait dapat mengambil tindakan tegas terhadap PT SOS dan memastikan bahwa hak-hak karyawan dilindungi dan dihormati sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Anwaril juga menekankan bahwa apa yang ia lakukan ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk semua karyawan yang mungkin menghadapi situasi yang sama di masa depan. Ia berharap bahwa dengan keberanian yang ditunjukkannya ini, akan ada perubahan yang lebih baik dalam perlindungan hak-hak karyawan di Indonesia, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor outsourcing.

Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya perlindungan hak-hak karyawan dan keadilan dalam hubungan kerja. Anwaril berharap bahwa perjuangannya ini akan membuka mata banyak pihak tentang perlunya reformasi dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia, dan bahwa keadilan bagi karyawan tidak boleh dikompromikan demi keuntungan perusahaan. Dengan semangat yang tak tergoyahkan, Anwaril akan terus berjuang hingga hak-haknya sebagai karyawan diakui dan dipenuhi.[den/red]

iklan

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Response (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *