Peran dan Fungsi Pengawas Madrasah Yang Selalu dinanti Kehadirannya

oleh
iklan

Oleh : Said Edy Wibowo

Dalam menjalankan tugasnya, guru dan Kepala Sekolah/madrasah tentu sangat menantikan kehadiran pengawas. Karena setiap guru memiliki ‘masalah’ yang perlu solusi dari pengawas. Khusus dalam implementasi Kurikulum Merdeka, diperlukan kolaborasi dalam mereview kurikulum, menyiapkan RPP, pembelajaran paradigma baru, Project based learning, pembelajaran berdifferensiasi, teaching at the right level, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, capaian pembelajaran, modul ajar, dll.

Diperlukan juga diskusi tentang AKMI, ANBK, AM, literasi membaca, numerasi, sains, sosial budaya, EDM e-RKAM, Platform merdeka mengajar, akreditasi, sertifikasi, PPPK, EMIS, SNMPTN, SBMPTN, BOS, Simpatika, RDM, PDUM, IKM dan banyak lagi yang lain. Kesemua itu memerlukan ‘diskusi hangat’ dengan pengawas agar muncul persamaan persepsi.

Diskusi dan kolaborasi pengawas sesama pengawas juga dengan guru harus berdasarkan penelitian dan dengan membawa data emperis yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran, sehingga ‘bantuan’ yang diberikan benar-benar tepat sasaran dan mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi pembelajaran yang berdampak.

Harus diakui, pengawasan sekolah/madrasah sudah sering didengar, tetapi banyak pihak belum memahami peran pengawas yang ‘sebenarnya. Pengawas sekolah/madrasah kadang kadang dipandang sebelah mata, padahal kiprahnya sangat dibutuhkan di satuan pendidikan.

Profesionalitas dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya masih dipertanyakan banyak kalangan.

Hampir tak terdengar ‘nama’ pengawas bila ‘sesuatu’ terjadi di sekolah/madrasah. Sewaktu sekolah/madrasah ‘berprestasi’, misalnya banyak siswanya yang diterima di Perguruan Tinggi, maka publik menilai ‘guru’ lah yang paling berperan. Sebaliknya, bila siswa siswa yang ada di sekolah/madrasah terlibat kasus tertentu, tidak ada pihak yang ‘menyalahkan’ pengawas. Hampir tidak ada pihak yang meminta ‘pertanggung jawaban’ pengawas.

Memang secara langsung peran pengawas tidak ‘terlihat’, tapi sebenarnya kedua ‘peristiwa’ itu, pengawas sangat ‘berperan’. Tapi, pengawas seolah olah terlupakan. Mungkin karena pengawas tidak terlibat secara langsung dalam ‘bekerja’ di sekolah/madrasah. Bisa diasosiasikan pengawas dalam konteks ini sebagai ‘invisible hand’.

Sudah saatnya, stakeholder mengembalikan peran pengawas sebagai benteng terakhir dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah/madrasah. ‘Kedatangan’ pengawas ke sekolah/madrasah bukan ‘diniatkan’ untuk ‘mencari kesalahan’ guru tapi menberdayakan guru, keberadaan pengawas sebagai solusi, pemecah masalah guru, memberi inspirasi bagi guru untuk meningkatkan profesionalisme bukan sebaliknya, kehadiran pengawas menambah ‘beban baru’ bagi guru.

Oleh karena itu, komunikasi pengawas dengan guru bertemakan “Saya tunjukkan bagaimana mengajar yang sebenarnya’. Oleh karena itu, tugas dan fungsi pengawas mestinya diaktualisasikan dalam rangka membantu satuan pendidikan dalam menjalankan fungsinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ungkapan ini memiliki beberapa implikasi:

Pertama, pengawas itu adalah seorang ‘praktisi’, yang ‘berani’ mempraktek cara mengajar yang baik, bukan hanya membuat contoh cara mengajar atau mencontoh contohkan cara mengajar, tapi melakukan sendiri pembelajaran itu dan disaksi secara langsung oleh guru.

Kedua, pernyataan ini menunjukkan bahwa pengawas itu menganut ‘paham’ bahwa inti dari pendidikan adalah ‘proses pembelajaran’. Sesumpurnanya rencana pembelajaran, secanggih madia pembelajaran, setebal apapun RPP guru ‘belum berguna bila tidak dipraktekkan dalam proses pembelajaran. Memang merencanakan pembelajaran itu penting, tapi perencanaan itu hanya menjadi ‘macan kertas’ bila hasil dari rencana itu tidak meningkatkan kualitas pembelajaran.

Ketiga, pengawas ini mengutamakan kualitas proses dan hasil pembelajaran dari ‘kesempurnaan’ dokumen pembelajaran. Kualitas guru bukan terletak pada ‘tebal tipis’ dokumen pembelajaran tapi terletak pada kualitas ilmu dan pengetahuan siswa. Siswalah yang menjadi patokan pengawas dalam menjalankan tugasnya. Kalau pengawas ‘turn’ ke sekolah atau madrasah, orang pertama yang ditemui adalah siswa bukan ‘orang lain.

Keempat, pengawas ini menginginkan kolaborasi dengan pihak guru. Memang mengelola pendidikan harus bersama sama. Tujuannya bukan ingin mengajari guru tapi ingin mengajak guru bekerja sama mencari strategi dan metode yang mampuni dalam proses pembelajaran. Dalam konteks ini, pengawas tidak ‘malu’ dikritik oleh guru, sebaliknya kritik gurulah yang membuat seorang pengawas ‘semangat’ dalam membantu dan berdayakan guru.

Kelima, pernyataan ini mendorong pengawas itu untuk terus belajar karena dia ‘malu’ bila guru lebih banyak tahu. Belajar bagi pengawas adalah ‘senajat utama’ dalam melakukan pengawasan. Dia datang ke sekolah/madarah dengan membawa ‘ilmu’ yang dibagikan dan didiskusikan dengan guru. Dan yang paling penting, dia memiliki ‘strategi’ untuk mengajak guru berdiskusi untuk mengungkapkan sejauh mana guru menguasai teknik pembelajaran, dll.

Oleh karena itu, tuntutan profesionalisme pengawas sekolah kini menjadi tuntutan yang tidak dapat dihindari. Pengawas sekolah tidak hanya membutuhkan wawasan pendidikan, regulasi pendidikan tetapi juga harus memperkaya diri ‘ilmu’ yang diperlukan guru dalam proses pembelajaran.

Kemampuan akademik pengawas dalam bidang pembelajaran sangat ditunggu tunggupara guru, terutama strategi dan metode pembelajaran, karena inilah yang akan membuat sebuah sekolah/madrasah berkualitas. Harus diakui bahwa pengawas di Indonesia masih melaksanakan tugas ganda, yaitu pengawas akademik dan pengawas satuan pendidikan dan kelihatannya pengawas ‘merasa enak’ berfokus pada pemantauan sistem manajemen sekolah dan ‘mengabaikan’ pengawasan pembelajaran guru.

Menurut Dadang Suhardan (2006) seorang pengawas adalah seorang yang professional ketika menjalankan tugasnya, dan ia bertindak atas dasar kaidah kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu pengawas satuan pendidikan tidak dapat dilakukan oleh sembarangan pengawas apalagi oleh orang yang tidak dipersiapkan secara matang.

Semua pakar menyepakati bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar mengajar, memberdayakan guru dan mempertinggi kualitas mengajar. Sebagai dampak meningkatnya kualitas pembelajaran, tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu berarti meningkatlah kualitas lulusan sekolah (Arikunto, 2004).

Jadi, pengawasan akademik tidak boleh ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, tapi juga peningkatan komitmen atau kemauan atau motivasi guru untuk belajar menemukan strategi yang paling pas yang sesuai dengan potensi siswa.

Mari pengawas dan guru ‘bergendengan tangan’ dalam mengelola pendidikan berkualitas. Wallahu a’lam bish-shawab.

 

*) Penulis adalah Pengawas Madrasah Aliyah Kemenag Bojonegoro | Instruktur Visitasi Tindak lanjut AKMI Kemenag RI | Fasilitator Propinsi PKB Ekonomi MA

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *