Kota Semarang – Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah masa khidmah 2024-2029 bekerjasama dengan Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah menggelar halaqah “Menggali Nilai Moderasi dan Penguatan Pesantren” di The Wujil Resort & Conventions, Semarang, Kamis hingga Sabtu (12-14/10/2024).
Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Dr. H. Musta’in Ahmad, S.H., M.H menyinggung dalam 15 tahun terakhir kita membincangkan moderasi. Berbagai macam sudut pandang betapa masyarakat dan kondisi berubah. Agama tak hanya dibincangkan oleh ahli agama saja. Adanya teknologi diiringi dengan keterbukaan informasi, bukan ahli agama bisa mengumpulkan data seolah menjadi ahli agama. Wajah agama pun berubah sesuai dengan siapa yang membincangkannya.
“Peran agama tetap menjadi entitas menarik bagi generasi masa depan,” ungkap Musta’in Ahmad.
Lembaga pesantren kita harapkan dapat meneruskan dalam menjaga tradisi, kita ingin agama terus menjadi warna bagi kehidupan. Musta’in Ahmad mengibaratkan moderasi dengan sebuah pohon, dengan akar yaitu akidah, syariat dan akhlak yang kuat menghujam ke tanah maka akan menghasilkan cabang dan daun berupa komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan adaptif terhadap kearifan lokal. Tentu ini tak lepas dari batang yang tidak bengkok ke kanan (radikalis) atau ke kiri (liberalis).
H. Amin Handoyo, Lc, M. Ag selaku Kepala Bidang Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren menyampaikan kerjasama dengan RMI PWNU Jateng ini menguatkan pesantren itu sendiri. Moderasi kemudian meningkat menjadi harmoni dan kerukunan. Di pesantren banyak sekali nilai-nilai moderasi yang perlu dimunculkan.
Hal ini diamini Ketua RMI PWNU Jateng, KH. Ahmad Fadlullah Turmudzi bahwa Pesantren menjadi sistem pendidikan tertua di negeri ini sejak politik etis 1901 hingga lahir Undang-Undang Pesantren no 18 tahun 2019. Sebagai lembaga pendidikan tertua di nusantara masih ada hingga kini karena mampu menjaga kecakapannya dalam 2 hal, yaitu sanad keilmuan dan estafet kepemimpinan.
“Berkat daya tahan adaptasinya pesantren dalam keragamannya mempunyai praktek terbaiknya (best practice) sendiri dalam pemeliharaan dan peningkatan pendidikannya,” tambah Pengasuh Pondok Pesantren Salaf APIK Kauman.
KH. Ubaidillah Shodaqoh (Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah) menegaskan bahwa pesantren memiliki andil besar dalam mewujudkan moderasi beragama. Moderasi bukan hanya soal teori pemahaman belaka, namun harus mampu diterapkan dalam pergaulan lokal hingga internasional. Jangan sampai terjadi konflik antar pesantren. Ditambah yang hadir disini harus menjadi perekat umat.
Dalam kegiatan ini juga akan didiskusiakan bentuk-bentuk pengembangan integrasi nilai dan tradisi pesantren dalam proyek moderasi beragama bagi masyarakat. Pesantren akan memberikan penguatan moderasi kepada masyarakat dan memberikan kesempatan masyarakat belajar langsung dari nilai dan tradisi pesantren yang selaras dengan moderasi beragama. Bahkan pesantren membuka layanan program kerjasama di pondok pesantren, seperti dialog lintas iman, live-in di pesantren bagi masyarakat lintas agama, dan bakti sosial.
Selain itu, beberapa narasumber KH. Noor Machin Chudlori (Pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo) dengan materi Pola Pengasuhan Kiai Dalam Menanamkan Sikap Moderat Santri, Dr. K.H. Fadholan Musyafa’, L.c, M.Ag (Pengasuh Pondok Pesantren Fadhlu Fadhlan) menyampaikan Radikalisme dan Terorisme Berkedok Agama Islam dan KH. Ahmad Zaki Fuad, M. Ag (Wakil Ketua PWNU Jateng) mengangkat Strategi Komunikasi Interreligius dalam Membangun Lingkungan Pesantren yang Moderat serta Dr. KH. Abu Choir, MA (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fadholi) membedah tentang Inventarisasi tradisi pesantren yang mengajarkan nilai tasamuh, tawasuth, tawazun dan I’tidal yang Mendorong Terwujudnya Moderasi Beragama di Pesantren.[den/red]