Kediri – Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia Merajut Perdamaian Nusantara resmi dibuka, sebuah lembaga pendidikan yang hadir untuk membangun karakter generasi muda dengan mengedepankan nilai kebangsaan dan kebhinekaan. Tanpa ada unsur komersial, pesantren ini diharapkan menjadi tempat persemaian jiwa nasionalisme lintas agama yang kuat.
Ketua Pembangunan Pesantren, Suhardono, mengungkapkan bahwa pembangunan pesantren ini menelan biaya lebih dari 2 miliar rupiah yang murni diperoleh dari gotong-royong tanpa proposal atau pendanaan dari pihak luar. Menurutnya, seluruh biaya berasal dari sumbangan Bapak Kyai Muhammad Muchtar Mujtaba Mu’thi serta murid-murid yang berkontribusi secara sukarela.
“Pesantren Jatidiri Bangsa ini dibangun tanpa niat bisnis. Ini adalah wujud pengabdian kepada bangsa dan negara. Kami sepenuhnya ikhlas agar pesantren ini bisa membentuk kesadaran berbangsa dan bernegara,” jelas Suhardono saat ditemui pada acara peresmian, Rabu (06/11/2024).
Ia menambahkan, di tengah dunia pendidikan modern yang sering kali dikaitkan dengan bisnis, pesantren ini berdiri dengan tujuan murni untuk mencetak generasi bangsa yang sadar akan pentingnya persatuan dan kesatuan.
“Kalau mau negara ini maju, pendidikan itu jangan dibuat untuk mencari keuntungan. Justru pendidikan yang berorientasi pada bisnis merusak kualitas karakter dan tujuan utama pendidikan itu sendiri,” tambahnya.
Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia menawarkan kesempatan pendidikan gratis bagi calon santri yang tidak mampu. Suhardono menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil sebagai bagian dari komitmen pesantren untuk memberikan pendidikan yang inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar tentang nilai kebangsaan tanpa memandang kemampuan ekonomi.
Erni Nengtyas, salah satu calon guru di pesantren tersebut, menekankan bahwa pendidikan karakter kebangsaan membutuhkan dedikasi serta sumber daya yang bersih. Ia menyoroti bahwa dana pembangunan pesantren harus berasal dari sumber yang halal dan jauh dari uang hasil korupsi.
“Mendidik karakter kebangsaan itu tidak mudah. Ini harus benar-benar suci, bersih, termasuk dana pembangunan yang halal dan jauh dari uang korupsi. Jika dana pendidikan didapat dari uang yang tidak berkah, maka manfaatnya bagi anak didik pun akan hilang,” ungkap Erni.
Pandangan ini juga diamini oleh Kushartono, Ketua Bidang Pendidikan Pesantren Jatidiri Bangsa, yang menyatakan bahwa kesadaran berbangsa dan bernegara adalah kunci dalam memberantas korupsi di negeri ini.
“Jika kesadaran berbangsa sudah kuat, maka pejabat yang menduduki jabatan penting tidak akan berkhianat atau korupsi. Korupsi adalah penghalang utama kesejahteraan rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, mustahil mendidik antikorupsi dengan pesantren yang dibangun dari uang korupsi,” jelasnya.
Kushartono menambahkan bahwa kontribusi biaya pembangunan pesantren ini merupakan hasil gotong-royong masyarakat yang cinta tanah air dan lintas agama.
“Atas berkat Rahmat Allah dan dukungan orang-orang yang cinta damai, dana lebih dari 2 miliar rupiah ini terkumpul secara sukarela. Ini adalah wujud kesadaran bersama, tidak hanya dari kalangan muslim tetapi juga dari komunitas lintas agama,” ujarnya.
Dengan komitmen untuk tetap bebas dari unsur komersial, pesantren ini tidak membebankan biaya pendidikan bagi santri yang kurang mampu.
“Karena pendidikan ini tidak didasarkan pada bisnis, bagi calon santri yang tidak mampu, maka pendidikan di sini gratis,” pungkas Suhardono, yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Situs Persada Soekarno di Kediri.
Pesantren Jatidiri Bangsa diharapkan menjadi pionir dalam menciptakan generasi yang berjiwa nasionalis dan memiliki integritas tinggi, demi membangun Indonesia yang bersatu dan terbebas dari segala bentuk korupsi.[den/red]