KOTA SEMARANG – Profesionalisme Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang dalam pemilihan rekanan untuk proyek Peningkatan Jalan dan Saluran Medoho Lanjutan kembali menjadi sorotan. Hal ini mencuat setelah dua perusahaan konstruksi dinyatakan gagal dalam proses lelang karena tidak memenuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), namun pemenang tender yang terpilih diduga juga tidak mematuhi standar K3 dalam pelaksanaan proyek.
Dari ringkasan hasil evaluasi di LPSE Kota Semarang, dua CV yang gagal dalam lelang tersebut adalah CV. Anugerah Bina Usaha dan CV. Tata Karya Mandiri. Kedua perusahaan ini dinyatakan tidak memenuhi syarat K3, terutama terkait pengalaman petugas K3 yang kurang dari yang dipersyaratkan. Dalam hal ini, CV. Anugerah Bina Usaha dan CV. Tata Karya Mandiri dianggap tidak memenuhi persyaratan kualifikasi dalam hal manajemen keselamatan kerja yang penting untuk memastikan keselamatan selama pelaksanaan proyek.
Proyek ini, dengan pagu awal sebesar Rp. 5.050.887.180,52, dimenangkan oleh CV. Purisidi dengan nilai tawar sebesar Rp. 3.915.000.000,00. Namun, hasil klarifikasi di lapangan menunjukkan bahwa CV. Purisidi juga tidak mematuhi standar K3. Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun perusahaan ini terpilih sebagai pemenang tender, pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan standar keselamatan yang ditetapkan.
Dalam klarifikasi melalui pesan WhatsApp kepada Redaksi Portalistana.id, pihak CV. Purisidi memberikan alasan bahwa rambu-rambu K3 tidak terlihat saat foto diambil karena tidak ada di lokasi pada saat itu. Pihak kontraktor menyatakan, “Memang saat diberitakan rambu-rambu K3 tidak terlihat di lapangan karena saat terfoto tidak ada di lokasi, padahal kita sudah sediakan dari awal tapi karena diperjalanan selalu hilang, kami tetap mengutamakan keselamatan.” Pernyataan ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara apa yang diatur dalam peraturan K3 dan praktik di lapangan.
Menanggapi alasan yang diberikan oleh pihak kontraktor, Rico Tomana, Manajer Eksekutif GSN Foundation, menyampaikan kritik tajam. “Alasan bahwa rambu-rambu K3 hilang dalam perjalanan menunjukkan kurangnya kontrol dan manajemen yang baik di lapangan. Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi menyangkut keselamatan pekerja dan masyarakat. K3 tidak boleh dianggap enteng,” tegas Rico.
Ia juga berharap DPU Kota Semarang lebih teliti dalam memilih rekanan proyek, terutama yang berkaitan dengan penerapan standar keselamatan. “DPU harus lebih cermat dan tidak hanya fokus pada harga penawaran terendah. Kualitas dan keselamatan harus menjadi prioritas utama. Pemerintah harus memastikan bahwa kontraktor yang dipilih benar-benar mampu memenuhi semua persyaratan, termasuk K3, sehingga proyek berjalan lancar tanpa mengabaikan keselamatan,” tambahnya.
Peraturan mengenai K3 diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan peraturan turunannya, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Menurut undang-undang tersebut, setiap proyek konstruksi harus memenuhi standar K3 yang ketat untuk melindungi pekerja dan masyarakat. Kegagalan untuk mematuhi standar ini tidak hanya berisiko menimbulkan kecelakaan kerja tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat luas yang menggunakan fasilitas yang dibangun.
Keberhasilan dalam pemilihan rekanan proyek bukan hanya bergantung pada penawaran harga terendah tetapi juga pada kemampuan rekanan untuk memenuhi standar teknis dan keselamatan. Dalam hal ini, pemilihan CV. Purisidi sebagai pemenang tender harus mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut benar-benar mampu mematuhi standar K3 yang ketat. Ketidakpatuhan dalam penerapan K3 menunjukkan adanya celah dalam proses evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh DPU Kota Semarang.
Penting bagi DPU Kota Semarang untuk melakukan evaluasi yang lebih mendalam terhadap rekanan yang terlibat dan memastikan bahwa standar K3 diterapkan secara konsisten selama pelaksanaan proyek. Transparansi dalam proses pemilihan dan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan proyek harus menjadi prioritas untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang dapat membahayakan keselamatan pekerja dan masyarakat.
Dalam konteks ini, DPU Kota Semarang perlu menanggapi dengan serius dugaan pelanggaran ini dan melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Hanya dengan memastikan bahwa semua rekanan mematuhi standar K3, kualitas dan keselamatan proyek infrastruktur publik dapat terjamin, memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat Semarang.[den/red]