Ramadan, Bulan Manajemen Diri

oleh
iklan

Oleh : Usman RoinDosen Prodi PAI, Fakultas Tarbiyah,

Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri.

Ramadan yang datang, menyiratkan makna mendalam agar kita terampil mengelola kehadirannya.

Bila kehadirannya tidak dimanajemen dengan baik, tentu serasa tidak ada yang beda dikehidupan kita.

Gambarannya, bisa saja ramadan hari ini sama rasanya. Sama pula suasananya dengan tahun sebelumnya. Itu karena, perilaku mengelola yang kita lakukan sama alias tidak berubah.

Bedanya hanya peralihan waktu saja. Sekarang ramadan masuk tahun 1445 H. Adapun kemarin, ramadan 1444 H.

Agar kini ramadan memiliki suasana yang beda, kita perlu menata diri. Yang dalam bahasa kekinian dikenal dengan manajemen diri.

Ngomongin manajemen diri, mengutip Sri Minarti (2016:122), adalah sekumpulan strategi yang digunakan seseorang untuk mempengaruhi dan meningkatkan perilakunya sendiri.

Pengertian di atas bila kemudian ditarik pada bulan penuh berkah ini tersirat makna, kala menjalani ramadan mulai pagi hingga ketemu pagi lagi, kita perlu isi dengan aktivitas apa saja untuk melaluinya.

Jika entry pointnya adalah konten aktivitas, tentu bukan sembarang aktivitas yang dilakukan.

Tetapi aktivitas positif yang sengaja dipilih dan dilaksanakan mengisi ramadan sehingga memiliki nilai manfaat bagi peningkatan diri.

Oleh karena substansi peningkatan diri di bulan ramadan adalah bertambahnya takwa, yang salah satu artinya suka melakukan perbuatan terpuji, maka segala amaliah yang bisa menambah kepada predikat tersebut perlu diciptakan.

Contoh yang mudah, kita bisa membuat catatan kecil di kertas yang berisi, kala malam ramadan tiba hal yang akan dilakukan antra lain:

Pertama, semangat dan tertib mengikuti sholat isya’ serta sunah tarawih berjamaah di masjid dan mushala.

Kedua, pasca tarawih membaca al-Qur’an agar diakhir ramadan bisa khatam.

Ketiga, belajar bagi pelajar, mahasiswa dan pendidik.

Keempat, istirahat agar bisa bangun lebih awal. Yakni, pukul 01.00 Wib atau pukul 02.00 Wib untuk menjalakan sholat tahajud.

Kelima, membantu menyiapkan makan sahur bagi yang perempuan. Adapun laki-laki, bisa membantu membersihkan perabot dapur yang telah digunakan memasak.

Keenam, pasca makan sahur, membaca al-Qur’an bisa dilakukan kembali sembari menunggu hadirnya azan subuh. Bila perlu, pergi ke masjid yang ada kajian selepas subuh guna menyegarkan pengetahuan keagamaan.

Ketujuh, bila sudah selesai -dari masjid, mushala- bisa kembali ke rumah untuk bersih-bersih kamar, menyapu rumah mulai dari dapur hingga halaman rumah. Sehingga praksis tidak ada waktu digunakan untuk tidur-tiduran saat puasa.

Walau kita mafhum bila tidurnya orang puasa bernilai ibadah, tentu tidak serta merta kuantitas tidur dinomor satukan atau menjadi perilaku dominan setiap saat.

Bila kemudian tidurnya saja ibadah, tentu aktivitas produktif-positif akan jauh berlipat-ganda nilai ibadahnya.

Uswah

Perihal uswah kala pagi tiba, tentu kita sering melihat orang tua kita semangat beraktivitas. Yang berdagang mulai membuka toko kelontongnya

Adapun bagi yang bertani -seperti kedua orang tua penulis- pagi sering digunakan untuk ke sawah. Bisa untuk memanen sayur-mayur, atau melihat padi terdapat hama atau tidak.

Apalagi, hujan deras begini potensi padi rawan rubuh besar. Sehingga pagi, memang digunakan untuk aktivitas positif merawat padi yang telah ditanam agar bisa dipetik hasilnya.

Ketika hari sudah beranjak siang, orang tua barulah pulang kemudian mandi dan mengistirahatkan diri sebagai bentuk menjaga stamina, agar bisa melalui puasa hingga datangnya bedug tiba.

Menjadi berbeda bagi yang berprofesi sebagai pendidik dalam hal ini guru, dosen. Tentu pagi akan segera digunakan mempersiapkan diri berangkat ke sekolah hingga kampus.

Ketika pembelajaran masih aktif, maka pendidik akan melakukan tugas pembelajaran hingga selesai.

Namun bila pembelajaran tidak aktif, kehadiran pendidik digunakan mengelola kegiatan dengan sesama pendidik salah satunya dengan menggelar pesantren ramadan.

Aneka bentuk aktivitas produktif manajemen diri bulan ramadan di atas, menurut Zakiah Daradjat (1996:13) karena kita memiliki kematangan iman.

Keimanannyalah yang menolong kita untuk memilah-milah aktivitas positif-produktif dan bernilai ibadah selama menjalani ibadah puasa, dengan menciptakan kuantitas perbuatan terpuji bagi dirinya setiap saat.

Akhirnya, semoga paparan kecil ini kaya manfaatnya.

iklan

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *