Kota Semarang – Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah 2024 menjadi momentum untuk memperkuat demokrasi sekaligus menguji independensi media dalam pemberitaan yang berkualitas. Dalam Media Gathering bertajuk “Refleksi Pena Menakar Pemberitaan pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah 2024,” isu money politic menjadi topik utama yang dibahas secara kritis. Acara ini diselenggarakan di Harris Hotel Sentral, Semarang, pada 19–20 Desember 2024 dan dihadiri oleh 50 wartawan dari berbagai media.
Dalam paparannya, Erwin Ardian, Pemimpin Redaksi Tribun Jateng, menekankan pentingnya peran media sebagai pengawal demokrasi. Ia menyatakan bahwa media memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tidak berpihak, terlebih dalam masa krusial seperti Pilgub Jateng 2024.
“Pilgub Jateng bukan hanya soal memilih kepala daerah, tetapi juga menjadi cerminan kualitas demokrasi kita. Peran media adalah memastikan bahwa publik mendapatkan informasi yang jujur dan mendidik, termasuk soal bahaya money politic yang dapat merusak integritas pemilu,” ujar Erwin.
Menurut Erwin, keberadaan media menjadi sangat penting dalam terselenggaranya Pilkada 2024 ini. Ia menekankan bahwa pemberitaan harus mampu membuka mata masyarakat terhadap dampak buruk dari praktik ini, baik bagi kualitas kepemimpinan maupun proses demokrasi itu sendiri.
Sementara itu, Muh Kholidul Adib, akademisi Jawa Tengah, mengungkapkan bahwa isu money politic merupakan tantangan besar dalam setiap pemilu, termasuk Pilgub Jateng. Ia menjelaskan bahwa praktik ini sulit diberantas karena sudah menjadi kebiasaan yang berakar kuat dalam budaya politik di Indonesia.
“Money politic adalah ancaman serius bagi demokrasi. Praktik ini mengaburkan integritas pemilu dan melemahkan legitimasi pemimpin yang terpilih. Media harus menjadi mitra strategis dalam mengedukasi masyarakat dan mendesak penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku politik uang,” ujar Kholidul Adib.
Adib juga menyoroti kurangnya tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku money politic. Menurutnya, tanpa ada efek jera, praktik ini akan terus berlangsung dan menciptakan siklus yang merugikan. Ia mendorong media untuk tidak hanya memberitakan isu ini, tetapi juga menggiring opini publik untuk menuntut perubahan nyata.
Dalam diskusi interaktif, beberapa peserta gathering mengajukan pertanyaan tentang bagaimana media dapat berperan lebih aktif dalam mencegah praktik money politic. Menjawab pertanyaan tersebut, Erwin Ardian menyebutkan bahwa media harus memprioritaskan pemberitaan yang berbasis data dan fakta, serta menghindari sensasionalisme yang dapat mengaburkan isu utama.
“Media harus menjadi pelopor transparansi. Jangan takut untuk menyampaikan kebenaran, meskipun itu berisiko. Kita harus ingat, tugas utama kita adalah melayani kepentingan publik, bukan kepentingan kelompok tertentu,” tegas Erwin.
Muh Kholidul Adib menambahkan bahwa media juga harus menggandeng berbagai pihak, termasuk lembaga pemantau pemilu dan masyarakat sipil, untuk mengawasi dan melaporkan praktik politik uang. Kolaborasi ini diyakini dapat meningkatkan efektivitas pemberantasan money politic sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Media Gathering ini menjadi refleksi penting bagi semua pihak, khususnya para wartawan, dalam menyikapi Pilgub Jateng 2024. Erwin Ardian menutup diskusi dengan harapan agar media tetap konsisten menjaga integritas dan independensinya, terutama dalam mengawal proses demokrasi yang bersih dan transparan.
“Jangan pernah lelah menjadi pengawal demokrasi. Sebagai wartawan, kita adalah suara masyarakat. Mari gunakan pena kita untuk melawan praktik-praktik yang mencederai demokrasi, termasuk money politic,” tutup Erwin dengan penuh semangat.
Acara ini menjadi momentum untuk memperkuat komitmen media dalam memberitakan isu-isu krusial dengan objektivitas dan keberanian, demi mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan bebas dari politik uang.[den/red]
