Sudah Waktunya Santri Mengisi Komisi Yudisial: Mengawal Tegaknya Hukum dengan Emotional Spiritual Quotient

oleh
iklan

Oleh: Mas Raden (Ketua Umum Generasi Pancasila Nasional)

Pentingnya keberadaan santri di berbagai lini kehidupan bangsa, termasuk di ranah hukum, sudah menjadi pembicaraan luas. Komisi Yudisial (KY), sebagai lembaga pengawas kekuasaan kehakiman, memegang peran vital dalam menjaga integritas hakim serta penegakan hukum yang adil dan berkeadilan. Namun, selama ini, keberadaan kalangan santri di Komisi Yudisial masih minim. Padahal, kalangan santri memiliki potensi besar untuk turut mengawal tegaknya hukum di Indonesia, terutama melalui pendekatan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang mampu membawa keseimbangan emosional dan spiritual dalam penegakan hukum.

Pertama-tama, santri, sebagai individu yang telah ditempa melalui pendidikan agama dan etika, sangat memahami pentingnya integritas dan moralitas dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam bidang hukum. Santri adalah figur yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga dididik untuk menjaga kejujuran, keadilan, dan rasa tanggung jawab sosial. Di tengah maraknya kasus korupsi, ketidakadilan, dan penyalahgunaan wewenang, kehadiran santri di Komisi Yudisial dapat menjadi angin segar yang membawa nilai-nilai moral yang luhur ke dalam penegakan hukum.

Selain itu, kalangan santri memiliki pemahaman mendalam tentang hukum Islam yang berbasis pada nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Hukum Islam tidak hanya berbicara tentang hukuman, tetapi juga menekankan aspek rehabilitasi, keseimbangan hak, dan perlindungan terhadap martabat manusia. Hal ini selaras dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasional yang mengedepankan keadilan bagi semua warga negara tanpa diskriminasi. Dalam konteks ini, santri dapat berperan sebagai penjaga nilai-nilai universal yang sejalan dengan prinsip keadilan dalam konstitusi Indonesia.

Salah satu kontribusi besar yang dapat diberikan oleh santri di Komisi Yudisial adalah penerapan konsep Emotional Spiritual Quotient (ESQ). Dalam konteks penegakan hukum, ESQ menjadi penting karena tidak hanya menekankan kecerdasan intelektual (IQ), tetapi juga kecerdasan emosional (EQ) dan spiritual (SQ). Para santri yang terbiasa dengan disiplin spiritual akan mampu membawa dimensi keadilan yang lebih holistik, memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan dan rasa empati yang sering kali terlupakan dalam proses penegakan hukum.

Penegakan hukum di Indonesia kerap kali tersandung oleh perilaku yang mengabaikan aspek moral dan kemanusiaan. Keputusan-keputusan yang diambil oleh hakim kadang-kadang hanya berdasar pada aturan yang kaku tanpa mempertimbangkan konteks sosial dan spiritual dari kasus yang dihadapi. Di sinilah pentingnya penerapan ESQ. Santri yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dapat memberikan kontribusi besar dalam proses pengambilan keputusan di Komisi Yudisial. Mereka mampu membaca situasi dengan bijak, meresapi nilai-nilai kemanusiaan, dan memberikan pertimbangan moral dalam setiap proses hukum.

Selain itu, kecerdasan spiritual yang dimiliki santri akan membantu menciptakan atmosfer penegakan hukum yang lebih humanis dan berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan. Dalam Islam, keadilan adalah salah satu sifat Tuhan yang harus dicontoh oleh manusia. Oleh karena itu, setiap penegakan hukum harus dilakukan dengan niat yang tulus untuk menegakkan keadilan, bukan untuk memenuhi ambisi atau kepentingan pribadi.

Keberadaan santri di Komisi Yudisial juga akan membawa perubahan paradigma dalam penegakan hukum yang lebih humanis. Salah satu masalah utama yang sering terjadi dalam proses peradilan adalah sikap formalistik yang berlebihan. Hukum sering kali diperlakukan sebagai aturan mati yang harus dipatuhi tanpa melihat konteks sosial, budaya, dan spiritual dari kasus yang dihadapi. Kehadiran santri dengan pendekatan ESQ akan mengubah hal ini, karena mereka mampu memadukan aturan hukum dengan pertimbangan-pertimbangan moral dan kemanusiaan.

Di sisi lain, santri juga dapat berperan dalam memperkuat fungsi pengawasan Komisi Yudisial terhadap perilaku hakim. Integritas dan moralitas hakim adalah salah satu pilar utama dalam menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Dengan latar belakang pendidikan agama dan etika, santri akan mampu memberikan masukan yang mendalam dan obyektif terkait perilaku hakim, terutama dalam hal menjaga etika profesi dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.

Sudah waktunya kalangan santri mengambil peran strategis dalam Komisi Yudisial untuk mengawal tegaknya hukum di Indonesia. Dengan kecerdasan emosional dan spiritual yang mereka miliki, santri mampu membawa perubahan positif dalam sistem peradilan yang lebih berkeadilan, humanis, dan berintegritas. Penerapan Emotional Spiritual Quotient dalam penegakan hukum akan memberikan dimensi baru dalam pengambilan keputusan yang tidak hanya berfokus pada aturan formal, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek moral, kemanusiaan, dan nilai-nilai ketuhanan.

Penegakan hukum yang adil bukan hanya tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, tetapi juga tentang bagaimana kita memanusiakan hukum itu sendiri. Santri, dengan segala potensi yang dimiliki, adalah elemen penting yang dapat berperan dalam mewujudkan hal tersebut di Komisi Yudisial. Semoga, dengan kehadiran mereka, hukum di Indonesia akan semakin tegak dan berkeadilan bagi seluruh rakyat.

iklan

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *