Oleh: Mas Raden (Pemred Portalistana.id)
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah salah satu peristiwa paling monumental dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Pada hari itu, Ir. Soekarno, didampingi Drs. Mohammad Hatta, membacakan teks proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Peristiwa tersebut menandai berakhirnya penjajahan di bumi Nusantara dan memulai babak baru bagi Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Namun, pertanyaan yang muncul adalah: apakah proklamasi ini merupakan pernyataan kemerdekaan sebuah bangsa atau sebuah negara?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami secara mendalam perbedaan antara bangsa dan negara dalam konteks sejarah Indonesia. Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 sering kali dimaknai sebagai proklamasi berdirinya Negara Republik Indonesia. Namun, pemahaman tersebut dapat menyesatkan jika kita tidak memisahkan konsep bangsa dan negara secara jelas.
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia
Jika dilihat dari sudut pandang sejarah perjuangan kemerdekaan, teks Proklamasi yang dibacakan pada 17 Agustus 1945 adalah puncak dari perjuangan panjang rakyat Indonesia melawan penjajahan. Sejak masa kerajaan-kerajaan Nusantara hingga era pergerakan nasional, Indonesia telah lama mengidentifikasi dirinya sebagai sebuah bangsa—sekelompok orang yang memiliki sejarah, bahasa, dan budaya yang sama, serta identitas sebagai satu kesatuan bangsa yang merdeka.
Bangsa Indonesia terbentuk jauh sebelum negara Indonesia didirikan. Para tokoh pergerakan, seperti Soekarno, Hatta, dan Sutan Sjahrir, kerap menekankan pentingnya membentuk sebuah kesadaran kolektif sebagai bangsa, terlepas dari entitas politik yang sedang berkuasa saat itu. Dengan demikian, ketika proklamasi kemerdekaan dibacakan, yang sesungguhnya dideklarasikan adalah kemerdekaan bangsa Indonesia dari segala bentuk penjajahan asing.
Sejak lama, bangsa Indonesia merindukan kebebasan dari belenggu penjajahan. Rakyat dari Sabang hingga Merauke bersatu di bawah satu cita-cita: merdeka sebagai bangsa yang berdaulat di atas tanahnya sendiri. Dengan demikian, proklamasi pada 17 Agustus 1945 merupakan pernyataan bahwa bangsa Indonesia, sebagai entitas budaya, sosial, dan historis, telah merdeka dari penindasan kolonial.
Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia
Namun, jika dilihat dari sudut pandang kenegaraan, banyak yang menganggap bahwa proklamasi pada 17 Agustus juga menandai berdirinya Negara Republik Indonesia. Faktanya, negara Indonesia sebagai entitas politik formal baru dibentuk pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi. Pada hari itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 dan memilih Soekarno sebagai presiden pertama, serta Hatta sebagai wakil presiden.
Dengan demikian, tanggal 18 Agustus dapat dianggap sebagai hari lahirnya Negara Republik Indonesia secara formal, karena pada hari itulah struktur dan kerangka konstitusional negara disusun. Negara, sebagai entitas politik, membutuhkan konstitusi, pemerintah, serta sistem hukum yang mengikat semua warga negaranya. Ini berbeda dengan konsep bangsa yang lebih menekankan pada kesamaan identitas, budaya, dan sejarah.
Kesalahpahaman dalam Pemaknaan
Meski sudah ada perbedaan yang jelas antara konsep bangsa dan negara, kenyataannya, pemahaman ini sering kali kabur di masyarakat. Setiap tahun, pada 17 Agustus, kita mendengar kalimat-kalimat seperti “Dirgahayu Republik Indonesia” atau “Peringatan Kemerdekaan Negara Indonesia.” Narasi ini menggambarkan bahwa banyak yang masih memahami proklamasi 17 Agustus sebagai proklamasi kemerdekaan negara, bukan bangsa.
Pemaknaan ini, yang sudah berlangsung bertahun-tahun, merupakan kesalahpahaman serius yang perlu diluruskan. Proklamasi pada 17 Agustus sejatinya adalah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia, sedangkan berdirinya negara secara formal terjadi pada 18 Agustus 1945. Perbedaan ini penting untuk dipahami agar sejarah Indonesia dapat dimaknai dengan lebih tepat.
Namun, meluruskan kesalahpahaman yang sudah tertanam kuat di masyarakat bukanlah tugas yang mudah. Ketika sebuah kekeliruan dipelihara dan dibiasakan dalam waktu yang lama, ia cenderung dianggap sebagai kebenaran. Apalagi jika pemahaman yang salah tersebut didukung oleh otoritas pemerintah dan disebarluaskan melalui berbagai media. Maka, diperlukan upaya serius untuk mengembalikan makna proklamasi ke esensi yang sebenarnya.
Mengapa Penting Memahami Perbedaan Ini?
Pemahaman yang jelas tentang perbedaan antara bangsa dan negara dalam konteks proklamasi sangat penting karena berimplikasi pada identitas nasional kita. Bangsa Indonesia telah ada jauh sebelum negara Indonesia berdiri, dan kesatuan bangsa ini yang menjadi fondasi bagi terbentuknya negara. Jika kita terus salah dalam memahami esensi dari proklamasi 17 Agustus, kita berisiko kehilangan pemahaman mendasar tentang sejarah bangsa ini.
Bangsa Indonesia harus bangga dengan identitasnya sebagai bangsa yang merdeka, bukan semata-mata sebagai negara yang merdeka. Pengakuan bahwa 17 Agustus adalah proklamasi kemerdekaan bangsa, bukan negara, akan memberikan pemahaman yang lebih kaya tentang perjalanan sejarah kita.
Dengan demikian, proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 adalah deklarasi kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan asing. Sementara itu, Negara Republik Indonesia secara formal lahir sehari setelahnya, pada 18 Agustus 1945. Pemahaman ini perlu diluruskan agar masyarakat Indonesia tidak terus-menerus salah dalam menafsirkan sejarah kemerdekaan kita.
Memaknai peristiwa 17 Agustus sebagai proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia akan memperkuat rasa nasionalisme dan kebanggaan sebagai bagian dari satu kesatuan bangsa yang merdeka. Proklamasi tersebut bukan hanya menandai berakhirnya penjajahan, tetapi juga lahirnya kesadaran baru sebagai sebuah bangsa yang bersatu di bawah identitas yang sama—bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa yang merdeka, Indonesia terus bergerak maju, namun kita tidak boleh melupakan sejarah dan identitas kita. Meluruskan pemahaman tentang proklamasi 17 Agustus 1945 adalah salah satu cara untuk menjaga integritas sejarah bangsa ini, agar generasi mendatang dapat mengerti dengan benar tentang perjalanan panjang menuju kemerdekaan.