Legiun Mangkunegaran Pasukan Elite Mangkunegaran

oleh
iklan

Indonesia pada masa kerajaan telah memiliki pasukan elit seperti TNI saat ini. Sebut saja di kerajaan Majapahit dikenal pasukan bernama Prajurit Bhayangkara. Beberapa ratus tahun kemudian, pada masa Praja Mangkunegaran muncul pasukan modern dan profesional bernama Legiun Mangkunegaran. Kejayaan Legiun Mangkunegaran terlihat dari bangunan kavaleri-artileri markas Legiun Mangkunegaran yang berada di sebelah timur Puro Mangkunegaran.

Pembentukan Legiun Mangkunegaran tidak dapat dilepaskan dari tradisi kemiliteran yang diletakkan oleh Pangeran Sambernayawa atau KGPAA Mangkunegara I. Embrio dari Legiun Mangkunegaran adalah pasukan gerilya yang berjuang selama belasan tahun bersama Pangeran Sambernyawa. Setelah Pangeran Sambernyowo berkuasa pada tahun 1757, pasukan tersebut menjadi satuan militer Praja Mangkunegaran. Sebanyak 12 kesatuan yang berpengalaman bergerilya tetap dipertahankan dan ditambah dengan 22 unit infanteri, kavaleri dan artileri yang terdiri dari masing-masing 44 orang.

Setelah Mangkunegara I wafat, satuan militer itu terus dikembangkan. Mangkunegara II adalah raja yang visioner. Pada tahun 1808 beliau membentuk Legiun Mangkunegaran. Mangkunegara II terinspirasi dari pasukan modern Grande Armee, angkatan darat terkuat di dunia saat itu yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte. Nama legiun juga mengadopsi dari organisasi militer Perancis yakni Legionnaire atau Legiun yang berarti pasukan bala tentara. Tidak hanya nama, Legiun Mangkunegara juga mengadopsi militer Perancis secara fisik, persenjataan, taktik dan organisasi.

Mangkunegara II memiliki alasan kuat untuk tidak menyukai Belanda tetapi demi pembangunan militer yang kuat untuk sementara waktu mendahulukan kepentingan kerajaan dengan jalan mengundang perwira-perwira militer Belanda, Prancis dan Inggris yang profesional untuk melatih Legiun Mangkunegaran. Mangkunegara II membentuk Legiun Mangkunegaran sebagai alat legitimasi Mangkunegara yang bertahta dan mengamankan diplomasi Praja Mangkunegaran.

Legiun Mangkunegaran mendapatkan beragam pelatihan kemiliteran di Soldat Sekul. Pasukan elite ini dilatih untuk mahir menggunakan berbagai senjata tajam berupa keris dan pedang. Legiun Mangkunegaran juga dilatih untuk piawai menggunakan tombak, sumpit dan panah serta senjata api maupun artileri (meriam). Pasukan ini dilatih untuk memiliki mobilitas tinggi dengan menggunakan kuda sehingga unsur infanteri, kavaleri dan artileri tergabung di dalamnya. Legiun Mangkunegaran juga dilatih untuk mampu menghadapi perang jangka panjang maupun perang gerilya.

Sekolah militer Soldat Sekul

Ketika itu, kekuatan Legiun Mangkunegara memiliki total 1.150 prajurit yang dibagi dalam 800 prajurit infanteri (Fusilier), 100 prajurit penyerbu (Jagers), 200 prajurit kavaleri (berkuda), dan 50 prajurit rijdende artileri (meriam). Legiun Mangkunegaran menggunakan perpaduan senjata prajurit Jawa dan prajurit Eropa meliputi keris, pedang, tombak, panah, pistol dan senapan.

Struktur awal staf dan anggota Legiun Mangkunegara memiliki 2 orang perwira senior berpangkat mayor, 4 letnan ajudan, 9 kapitein, 8 letnan tua, 8 letnan muda, bintara sebanyak 32 sersan, tamtama sebanyak 62 kopral, flankier 900 orang, dragonder (dragoon) 200 orang, dan steffel 50 orang. Mereka menggunakan seragam topi syako dan jas hitam pendek bagi bintara dan prajurit. Perwira memakai topi syako, jas hitam, dan celana putih.

Legiun Mangkunegaran tidak hanya beranggotan kaum lelaki, pasukan ini juga memiliki pasukan perempuan bersenjata yang terlatih. Selain mahir menggunakan senjata, pasukan perempuan juga piawai dalam bernyanyi dan memainkan alat musik. Pasukan ini pun turut mengawal Mangkunegara dan menyambut tamu kehormatan.

Legiun Mangkunegaran melaksanakan upacara di lapangan Mangkunegaran

Sejak didirikan tahun 1808, Legiun Mangkunegara terlibat dalam berbagai pertempuran, seperti Perang Napoleon di Asia sebagai bagian dari pasukan Perancis-Belanda melawan pasukan Inggris-Sepoy (India) tahun 1811, perang menumpas bajak laut di Bangka (1819-1820), Perang Jawa (1825-1830), Perang Aceh (1873-1904), hingga menghadapi Jepang dalam perang Pasifik tahun 1942. Legiun Mangkunegaran mampu bertahan sampai masa kekuasaan Mangkunegara VII.

Legiun Mangkunegaran merupakan perpaduan budaya barat dengan budaya Jawa. Itu nampak dari cara berbusana para serdadu dan perwira Legiun Mangkunegaran yang menggunakan seragam gabungan militer Perancis dengan Jawa. Penggunaan senjata juga memadukan antara senjata setempat dengan senjata modern. Tak hanya itu, strategi perang pun memadukan antara strategi militer Barat dengan strategi perang Pangeran Sambernyawa.

Di Legiun Mangkunegaran selalu ditanamkan semangat nasionalisme pada Praja Mangkunegaran, patuh kepada pemimpin, mengutamakan tugas dan kesetiaan antar anggota.  Keberadaan legiun menjadi bukti bahwa bangsa ini pernah memiliki pasukan militer yang hebat dan disegani.

iklan

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *