Tauhid Murni di Muhammadiyah Melahirkan Pandangan dan Sikap Merdeka

oleh
iklan

JAKARTA  – Tauhid murni sebagai karakter pertama dari Islam Berkemajuan, menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti melahirkan manusia yang memiliki pikiran – pandangan dan sikap terbuka – merdeka.

Oleh karena itu, jika ada penjajah menurut Abdul Mu’ti pada, Jumat (31/2) bertentangan dengan Tauhid. Satu-satunya atasan berhak disembah oleh manusia hanyalah Allah, sehingga apabila ada mahluk menindas mahluk yang itu menyalahi Tauhid murni itu tadi.

“Karena itu menurut saya Pembukaan UUD 45 itu alenia satu adalah Tauhid. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan,” ungkapnya.

Guru Besar Pendidikan Islam ini menambahkan, Tauhid murni juga melahirkan manusia yang optimis. Karena mereka meyakini Allah adalah Tuhan segala-galanya. Di setiap kesulitan pasti ada kemudahan, selain itu Allah juga Maha Kaya.

Karena kuatnya optimisme di warga Muhammadiyah, Abdul Mu’ti berseloroh terkadang sulit membedakan antara nekad dengan jihad. Pasalnya, tidak sedikit warga Muhammadiyah yang ingin membangun sebuah Amal Usaha (AUM) dengan modal pas-pasan, tetapi berani memulai meski ada yang selesai tepat maupun lambat.

Pada sisi yang selanjutnya, Tauhid murni juga melahirkan manusia yang egaliterianisme kemanusiaan. Untuk yang ini, imbuhnya, sangat terlihat jelas di tubuh Persyarikatan. Di Muhammadiyah tidak ada klasifikasi yang sifatnya feodalistik. Meskipun demikian, sesama warga Muhammadiyah tetap saling menghormati.

“Termasuk ketika memilih pimpinan tidak pernah ditanya silsilahnya sampai Kiai Dahlan atau tidak, apalagi ditanya silsilahnya sampai Nabi Muhammad. Yang dilihat adalah dia punya integritas, dia punya kompetensi, dan berbagai aspek lain yang mendukung bagaimana dia menjadi seorang leader yang baik.” Imbuhnya.

Egaliterianisme kemanusiaan menjadikan interaksi yang dibangun sesama manusia tetap menghormati, tetapi bukan penghormatan yang feodalistik. Melainkan penghormatan sebagai amalan dari sifat Akhlakul Karimah. Mu’ti menyebut, bahwa egaliterianisme ini juga menjadi salah ciri dari komunitas yang maju.

“Orang yang berkemajuan itu menggeser supremasi seseorang, dari supremasi yang bersifat nasabiyah (pernasaban) kearah supremasi yang bersifat amaliah.” Tutur Mu’ti.

Namun demikian, menurut Abdul Mu’ti bukan berarti diperbolehkan menghapus pernasaban seseorang. Karena bagaimanapun nasab atau silsilah keluarga harus tetap dijaga.(den/red)

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *