Adanya Dugaan Pungli Anggaran PTSL Desa Kedaton, Begini Kata Praktisi Hukum Pinto Utomo

oleh
iklan

BOJONEGORO – Dugaan Pungutan biaya program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) Desa Kedaton, kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro ditanggapi beragam. Sesuai surat keputusan bersama (SKB) tiga Menteri disebutkan bahwa pengajuan pengukuran sertifikat tanah biaya minimal Rp 150 ribu dan maksimal hanya Rp 250 ribu per kavling.

Namun, dalam kenyataannya sejumlah panitia menetapkan biaya hingga mencapai Rp 500 ribu per kavling bahkan lebih.

Praktisi Hukum sekaligus pendiri kantor Hukum Triyasa Pinto Utomo S.H.,M.H., menjelaskan, jika tidak ada perubahan peraturan atau aturan perundang-undangan lainnya yang mengatur pungutan/biaya PTSL yang telah ditetapkan sebagaimana Putusan bersama 3 Menteri dan Perbup no.53 tahun 2017 maka bisa dikatakan terjadi pungutan liar (pungli).

Dikabupaten Bojonegoro sendiri biaya untuk program PTSL telah diatur dengan Peraturan Bupati Bojonegoro PmNomor 53 tahun 2017 Tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kabupaten Bojonegoro.

Dalam hal terjadi kekurangan biaya yang dibutuhkan dan melebihi biaya yang diatur dalam Perbup tersebut maka kekurangan tersebut di bebankan secara fisik kepada peserta sehingga panitia tidak diperkenankan memungut tambahan biaya dalam bentuk uang.

“Jika tidak ada dasar hukumnya memungut tambahan biaya apapun tetap saja disebut pungutan liar,” beber Pinto Utomo kepada Portalistana. Id, Selasa (06/06/2023).

Setiap biaya yang timbul diluar ketentuan yang telah ditetapkan maka wajib memiliki dasar hukum yang jelas, meskipun pungutan tambahan biaya itu merupakan kesepakatan maka menurutnya tetap tidak diperkenankan.

“Kecuali jika terdapat peraturan lain yang mengatur terkait pungutan tambahan, maka diperbolehkan. “Tidak bisa lakukan pungutan tanpa ada dasarnya, jika itu tetap dilakukan maka tentu masuk dalam indikasi pungutan liar,” ungkapnya.

Semua tentu harus mengikuti aturan yang ada apalagi ini dibuat pemerintah pusat dengan penganggaran melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Mengacu pada SKB 3 menteri, di antaranya terkait biaya Rp.250 ribu yang dibebankan kepada masyarakat, termasuk di dalamnya biaya operasional, biaya patok dan materai pastinya atas berbagai pertimbangan. “Sehingga muncul angka Rp. 250 ribu Itu bukan serta merta ditetapkan nilainya, pasti sudah melalui kajian yang mendalam, jadi jangan sampai menambah beban yang tidak perlu kepada masyarakat, apalagi kondisi masyarakat sekarang dalam kondisi susah karena terkena Pandemi Covid-19 ,” jelasnya.

Pinto Utomo juga menjelaskan, “jika memang harus ada biaya tambahan dalam kepengurusan PTSL tidak boleh berupa uang, tetapi harus berupa barang/fisik imbuhnya”.
Jika hal itu tetap dilakukan maka Panitia PTSL dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksut dalam Undang-undang 20 tahun 2001 Pasal 12 huruf e tentang Pidana Korupsi Jo. Pasal 423 KUHP.

“Untuk soal Oknum Kades Desa Kedaton Suntiono yang diduga meminta uang jatah kepada panitia dari hasil angaran PTSL itu tidak dibenarkan. Karena Kades dalam program PTSL tidak boleh ikut campur tentang hal itu.

Apalagi jika jatah tersebut tidak digunakan untuk kebutuhan program PTSL hanya untuk kepentingan pribadinya saja, itu sama saja dengan pungli (pungutan liar) bisa di pidana. (Ciprut/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *