Kepemimpinan Islam Kultur Jawa

oleh
iklan

Oleh : KP. Dr. Andi Budi Sulistijanto (Pakar Komunikasi Budaya)

Kepemimpinan merupakan sarana untuk memegang kendali managemen yang  dominan untuk meningkatkan prestasi kerja individual, kelompok atau organisasi.

Dalam Kepemimpinan Islam budaya Jawa , Khususnya  Bagaimana relevansi pemimpinan Islam budaya Jawa bagi generasi muda .

Kita memulai menelaah kepemimpinan dan proses bergantinya pemimpin raja-raja dari kerajaan di Jawa khususnya mulai Jawa Tengah yaitu Mataram kuno . Mulai dari Kerajaan Medang Kamulan kemudian berpindah ke Jawa Timur melalui Mpu Sendok sendok terus mengalami proses perkembangan dengan lahirnya kerajaan Kediri. kemudian Kediri dipecah menjadi dua Daha dan Jenggala dari Daha dan Jenggala itulah menjadi satu yaitu kerajaan Singosari yang didirikan oleh Ken Aro di sinilah titik dari sebuah proses kepemimpinan Jawa yang diturunkan oleh trah Ken Arok kita melihat bahwa Ken Arok sebagai Raja Singosari digantikan oleh putranya anusapati kemudian  Tohjoyo lalu Wisnuwardhana dan terakhir Prabu Kertanegara sebagai pemimpin terbesar di kerajaan Singosari.

Singasari merupakan Kerajaan berdaulat dan bisa melakukan  hubungan dengan Negeri seberang seperti Tiongkok.  Sebagai Negara yang  sudah eksis dan berdaulat maka Singasari bagian dari rencana expansi kekaisaran Tiongkok yang ingin mengembangkan kekuasaannya khususnya dalam  jalur sutranya untuk menguasai rempah-rempah yang ada di Nusantara.

Suatu ketika Meng Qi, utusan dari Kubilai Khan Kaisar  di Tiongkok datang ke Singosari pada tahun 1289 M menemui Prabu Kertanegara . Kisah ini disebut dalam kakawin Negarakertagama. Karena misi yang diemban oleh MengQi utusan dari Tiongkok memberikan tekanan kepada Prabu Kertanegara takluk dan tunduk memberikan upeti dan jalur sutra rempah-rempah, maka marah lah Prabu Kertanegara dan memberikan hukuman memotong telinga MengQi.

Makna dan  pesan nya bahwa Kertanegara tidak mau tunduk kepada Kubilai Khan Kaisar dari  negeri seberang. Nah dilallah, kersaning Allah,  pada tahun 1292 M Singosari diserang oleh Jayakatwang dari Kediri balasan atas terbunuhnya beberapa pemimpin-pemimpin Kediri sebelumnya dan kejadian perang itu menyebabkan Prabu Kertanegara meninggal. Raden Wijaya sebagai anak mantu yang menikahi  anak-anak Kertanegara diselamatkan oleh Arya Wiraraja seorang Adipati di Sumenep Madura.

Sosok pemuda hebat bernama Raden Wijaya inilah yang akan menjadi Raja pertama kerajaan Majapahit. Bahwa Raden Wijaya menikahi Gayatri dan semua putri dari Prabu Kertanegara. Adipati Arya Wiraraja yang memegang kendali dalam kediplomatan di  Kerajaan Singosari mampu meyakinkan kepada Tiongkok untuk mendatangkan bala bantuan dan memberikan guiden atau  petunjuk untuk membalas atas penghinaan Prabu Kertanegara yang memotong telinga MengQi. Singkat cerita KubilaiKhan Kaisar Tiongkok mengirim  3 (tiga) Panglima Perangnya yaitu ShiBi, Ike Mese, Gao Xing beserta ribuan pasukan dan ratusan kapal-kapal penuh dengan logistic, barang pecah belah, keramik,  bahan-bahan makanan,  uang, perak dan sebagainya. Pada 1 Maret 1293 M, Pasukan Tiongkok mendarat  di tanah Jawa dan  didapatilah kabar bahwa ternyata Prabu Kertanegara sudah meninggal. Diceritakanlah bahwa Jayakatwang dari Kediri yang membunuh Prabu Kertanegara. Sedangkan Raden Wijaya  ahli waris yang akan menanggung semua penghinaan yang dilakukan oleh Prabu Kertanegara Raja  Singosari.

Syarat untuk menyerang Jayakatwang disepakati dan  penyerangan dilakukan dari dua penjuru satu penjuru yang dipimpin oleh Raden Wijaya didukung oleh Adipati Arya wiraraja dan dari penjuru lain oleh pasukan Tiongkok akibatnya Jayakatwang  terbunuh.

Dalam Siasatnya, Raden Wijaya langsung membesarkan Padepokannya menjadi kerajaan Majapahit. Dengan kekuatan logistik yang  berasal dari logistik pasukan Tiongkok yang direbut dan dinegosiasi oleh Pasukan Raden Wijaya dari kapal perang pasukan Tiongkok.

Mempelajari proses pergantian kepemimpinan pada jaman kerajaan itu cenderung dilakukan dengan perebutan kekuasaan namun juga dengan pengakuan dari kerajaan lain dengan menikahkan putri ke Raja yang menaklukan.

Kepemimpinan di Majapahit kita bisa mengikuti peralihan kekuasaan dari Brawijaya pertama yaitu Raden Wijaya ke Brawijaya kedua Jayanegara dan Brawijaya ketiga adalah seorang perempuan Ratu bernama Tribuwana Tunggadewi kemudian menghasilkan seorang raja yang hebat berikutnya di Brawijaya ke-4 yaitu Hayam Wuruk yang didampingi oleh Patih Gajah Mada dengan sumpah palapanya berhasil mengokohkan diri menjadi kerajaan yang besar menguasai wilayah senusantara dan beberapa negeri seberang yang sekarang menjadi negara ASEAN .Prabu Hayam Wuruk digantikan oleh Brawijaya 5.

Di jaman Prabu Brawijaya V terjadi akulturasi budaya dan agama yang mulai dirintis oleh para pendatang dari Persia. Dibuktikanya  ada makam Syekh Jumadil Kubro yang makamnya berada di Troloyo kawasan Trowulan yang tidak jauh dari kawasan pendopo Majapahit. Prabu Brawijaya 5 ini menikahi seorang putri dari negeri campa yang konon masih keluarga dekat dengan Raden Rahmatullah atau yang dikenal dengan Sunan Ampel. Hasil perkawinan Brawijaya 5 dengan Putri Campa bernama Siu Bun Ci menghasilkan anak bernama JimBun yang kemudian nyantri  belajar agama Islam  dengan  Sunan Ampel. Pangeran JimBun akhirnya mendirikan Kesultanan Demak bergelar Raden Patah atau lengkapnya Sultan Shah Alam Akbar Al-Fatah ( 1455 – 1518 M).

Selanjutnya akulturasi budaya dan agama dilakukan oleh para Wali Songo dengan raja, sultan dan pemimpin Adat pada jaman itu. Wali Songo menyebarkan agama Islam dengan syariat-syariatnya dengantetap menjaga Budaya Jawa. Sistem dalam Budaya jawa  itu paternalistik yaitu Kawulo  tunduk pada pemimpin,  anak tunduk pada bapak dan bapak memberikan semacam perlindungan dan nasehat-nasehat yang baik.

Maka terjadi sinkronisasi sinkretisme Mutualistik artinya saling mempengaruhi dan menguntungkan antara perpaduan tradisi Jawa dan agama Islam.  Tanpa dilakukan acara seperti itu Islam tidak akan berkembang baik di tanah Jawa. Wali Songo sangat memahami kultur Jawa sebagai masyarakat yang sangat terbuka inklusif dan memegang teguh norma-norma kehidupan moralitas serta mengakui keEsaan pada sang Maha Pencipta.

Islam di Jawa berkembang karena para wali songo bekerja sama dengan para pemimpin terutama para raja-raja. Caranya adalah mengislamkan dulu para raja ini dan keturunannya seperti putra mahkota.  Juga  mengislamkan dengan cara-cara yang sangat halus dan berbudaya. Selain itu di samping kiri kanan para  Raja Jawa itu pasti ada ulama-ulama dan di situlah berlanjut ke bawahan dan para Kawulo mengikuti Raja dan keluarganya. Terjadilah proses Akulturasi budaya Jawa dan agama Islam.

Melihat Pemimpinya sudah memeluk agama Islam para kawulo ini mengikuti karena tradisi-tradisi terkait dengan kegiatan budaya itu tidak dihilangkan seperti Selamatan,  Miton kelahiran bayi kemudian selamatan terhadap leluhur atau keluarga yang meninggal dengan istilah Selamatan 7 hari,  40 hari,  100 hari sampai 1000 hari,  dikemas dengan tradisi dan doa-doa secara Islami. Wali Songo telah mengajarkan bagaimana untuk membina masyarakat yang sebelumnya hinduisme menjadi masyarakat religius Islam. Transformasi dari Hindu ke Islam ini tidak mudah karena masyarakat Jawa memegang Tradisi Keramahan dan Gotong Royong.

Kesultanan Demak memang tidak maksimal  menyebarkan agama Islam dengan  hanya mengandalkan  Syariah tanpa mendalami bagaimana kultur Jawa itu sendiri. Nah setelah kekuasaan Demak beralih ke Pajang saat inilah sebenarnya terjadi penguatan dan berbondong-bondongnya masyarakat memeluk agama Islam. Masyarakat Jawa bagian tengah, pedalamam dan wilayah selatan Jawa, mulai berangsur-angsur memeluk Islam karena Raja Pajang saat itu adalah Joko Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya mampu memberikan keteladanan dalam rangka penyebaran Islam yang damai.

Harmonisasi antara Wali Songo dan Sultan Hadiwijaya, di buktikan dengan di legitimasi kekuasaan sebagai raja Pajang penerus dari Kesultanan Demak oleh Sunan Giri dan dilanjutkan Sunan Prapen putra dari Sunan Giri .

Proses Kepemimpinan Islam Jawa terjadi Mutualistik yaitu Berpadunya  kultur Jawa yang sangat Inklusif atau terbuka menerima tradisi dari luar termasuk agama Islam yg di ajarkan Wali Songo.  Proses Akulturasi Budaya dan Agama berlangsung harmonis dan sangat  Kompromis. Karakter Wong Jowo yang adaptif, toleran, inklusif , moralis, sangat menunjang percepatan masyarakat menerima ajaran Islam yang damai.

Akultarasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Selain itu terjadi adaptasi Kultural yaitu suatu proses jangka panjang yang dilakukan oleh individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui pembelajaran dan pertukaran komunikatif hingga dirinya merasa nyaman di lingkungan yang baru.

Adaptasi budaya merupakan proses penyesuaian diri dari seseorang yang berbeda budaya dengan orang lain. Proses adaptasi budaya juga dapat terjadi pula pada nilai-nilai, norma-norma dalam sebuah kelompok tertentu terhadap kelompok lain.Maka di Jawa muncul Islam Kejawen yang pemeluknya sangat banyak sampai sekarang. Agama Islam diterima masyarakat Jawa karena mampu  beradaptasi dengan Kulture  dan tradisi Jawa menjadi Religius Islam dengan Warna Jawa.

Kepemimpinan Islam kultur Jawa ini adalah implementasi terjadinya perpaduan Sinkretisme dan Mutualistik atas ajaran Islam yg bersifat Universal dengan Budaya Jawa yg inklusif menerina tradisi dan budaya Asing. Dalam Ilmu Komunikasi, terjadi Dialektika yaitu proses Komunikasi yang saling mempengaruhi dan merupakan seni mengharmonisasi  pembedaan-pembedaan. Dialektika ini dikembangkan oleh Zeno,  Sokrates, Plato.

Dalam Kepemimpinan Islam Kultur Jawa juga terjadi Mistisme yaitu suatu sikap yang berhubungan dengan sikap kepercayaan atau keyakinan terhadap suatu hal yang gaib. Sesuatu yang berhubungan dengan Allah, Alam semesta dan Leluhur. Hubungannya dengan penyebaran islam di indonesia adalah karena pada zaman dahulu masyarakat di indonesia sangat kuat keyakinannya terhadap sikap tersebut.

Islam Jawa juga mengenal Tasawuf atau Sufisme yaitu gerakan Islam yang mengajarkan ilmu cara Hening, menyucikan jiwa, menjernihan akhlak, membangun lahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam di Jawa.

Mari kita simak bagaimana para Wali Songo memadukan unsur Syariah dengan Tradisi Jawa dalam rangka menyebarkan Islam di tanah Jawa. Selain berkolaborasi dengan para Raja dan Sultan, beberapa Wali Songo  dengan caranya mampu menjadi Inspirasi bagi generasi Muda untuk menjadi Pemimpin Islam berbasis Kultur Jawa.

Sunan Kalijaga dengan Wayang dan Syair lagu Ilir Ilir.  Bahwa Wayang merupakan personifikasi peran Manusia dalam berbagai kehidupan dan dimasukkan unsur syariah agar masuk ke benak masyarakat . Sedangkan Syair lahu Ilir Ilir adalah cara Sunan kalijaga untuk selalu ingat pada sang Pencipta, melaksanakan perintahnya yaitu Sholat dengan membersihkan diri melalui wudhu.

Menjadi pemimpin Islam dalam Kultur Jawa juga bisa mengadopsi dawuh Sunan Bonang yang terkenal dengan Sabda Pandito Ratu. Bahwa pemimpin pernyataannya  tidak boleh mencla-mencle , harus konsisten dan akurat, yang  mampu melindungi dan memenuhi hak – hak dasar rakyatnya. Dalam konsep kepemimpinan yang mengacu pada kekhasan budaya Jawa. Bagi Generasi Muda jadikan Personaliti sosok pemimpin yang  mencerminkan pribadi sabdo pandito ratu .

Pewarta : Mas Raden

Gambar Gravatar
Tulis Deskripsi tentang anda disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *