Meme Serangan Fajar: Guyon atau Pengharapan

oleh
iklan

Oleh: Usman Roin 

Di hari terakhir masa tenang, ada hal yang menarik pada jagad media sosial WhatsApp yang biasa kita menyebutnya WA.

Kemenarikan itu terlihat dari “meme” yang dalam KBBI, diartikan sebagai gambar-gambar buatan sendiri yang dimodifikasi dengan menambahkan kata-kata atau tulisan-tulisan untuk tujuan melucu atau menghibur.

Bentuk meme yang tiba-tiba muncul diakhir masa tenang pun bermacam-macam. Mulai dari foto hingga video, yang menampilkan pengharapan kepada “serangan fajar”.

Perihal serangaan fajar sendiri mengutip solopos.com, adalam istilah yang digunakan masyarakat untuk penyebutan politik uang (money politic), hingga kemudian menjadi fenomena yang menginspirasi para netizen memforward gambar kreatif melalui ragam materi.

Salah satu yang penulis lihat adalah, foto kiriman amplop terbuka yang berisi uang 10 ribu. Hanya saja, pada kertas penutup amplop terselip pesan tertulis “kurangane 90 mengko nek menang”. Artinya, kekurangan nominal 90 ribu nanti setelah menang.

Adalagi meme keranjang sampah yang digantung pada handle pintu bertuliskan “menerima serangan fajar”.

Belum lagi, gambar perempuan yang membuka pintu rumah sembari melihat keadaan luar dengan pesan menanti caleg yang akan datang memberi amplop. Belum lagi yang menggiurkan, bendelan uang yang ditali kemudian digantungkan pada hendle pintu rumah.

Selain itu, ada pula meme yang secara detail dan komplit bertuliskan “menerima segala jenis serangan fajar tunai dan non tunai mulai dari amplok, sembako, voucher belanja, kuota atau pulsa, perhiasan, kendaraan, hingga tiket umroh dan lain-lain dengan selipan emoji senyum”.

Meme-meme yang diforward dari group satu ke group berikutnya ini bagi penulis menarik. Kemenarikan ini karena ada pesan yang terselip. Apakah gambar tersebut itu sekadar guyon, atau justru masyarakat sedang mengharap-harapkan datangnya serangan fajar.

Bagi penulis, meme yang viral diberbagai group yang terforward tersebut hakikatnya menghibur. Yakni, candaan dihari tenang pemilu. Meski candaan, hal itu sedikit menyelipkan pesan yang abu-abu bagi penulis. Yakni, seeakan-akan ingin dan menanti- serangan fajar tersebut berwujud nyata, di mana hal itu bukan menjadi rahasia umum publik sebelum pemilu atau pun pilkada.

Melalui pesan tekstual meme tersebut, masyarakat juga sangat cerdas. Mau menerima berbagai jenis serangan fajar. Sebaliknya si “pemberi” juga tidak mau kalah, kalau boleh penulis simpulkan, hanya mengasih down payment (DP) atau uang muka sebesar 10 ribu dahulu. Baru setelah jadi, sisinya 90 ribu akan diberi ketika caleg menang.

Aneka meme ini menarik bagi penulis. Itu karena, kemunculannya saat masa tenang pemilu dihari akhir pula. Sebagaimana kita mafhum, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 bila kemarin hingga hari ini, Minggu-Selasa (11-13/2/24) adalah masa tenang.

Masa tenang sendiri bila merujuk UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sebagaimana detail tertera pada pasal 1 ayat 36, adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye pemilu.

Tidak Tenang

Atas meme-meme tersebut, seakan-akan masa tenang menjadi tidak tenang. Itu karena, terdapat simbol yang terselip lewat kreativitas pembuat meme, yakni pengharapan menerima serangan fajar. Pikiran sederhananya adalah, kapan lagi menerima bila tidak di pemilu!

Bahkan “dugaan nakal” yang penulis mohon dianggap guyon saja, bila jauh-jauh hari sebelum meme-meme tersebut terkirim antar group, amplop fajar telah diterima. Sehingga masa tenang menjadi tenang, karena uang pilihan telah melekat di tangan.

Akhirnya, penulis hanya menyelipkan pesan sedikit saja bila kita bersepakat untuk mewujudkan pemilu bersih dan jujur. Yaitu, tolak aneka serangan fajar. Bila kemudian serangan fajar dianggap wajar, bahkan menerima dan mencoblos kandidat yang melakukan politik uang, artinya kita seperti mendukung pemerintah yang korupsi.

Namun, itu semua kembali kepada panjenengan semua. Karena yang terpenting, besuk pagi Rabu (14/2/24) kita suarakan hak pilih di tempat pemungutan suara (TPS) masing-masing.

Sekali lagi, untuk mendukung pemilu yang bersih dan jujur, sangat bisa kita mulai detik ini. Mari coba tolak aneka jenis serangan fajar, agar kualitas demokrasi di Indonesia tercinta ini tidak kian nyungsep, bahkan membusuk meminjam bahasa Komaruddin Hidayat (2019:225).

Mengutip nuonline_id, ijazah doa dari baliau Gus Mus jangan lupa dibaca sebelum mencoblos “Allahumma laa tusallith ‘alainaa bidzunuubiha man la yakhaafuka walaa yarhamunaa”. Artinya, “Ya Allah ya Tuhan kami, janganlah Engkau kuasakan (jadikan pemimpin) atas kami karena dosa-dosa kami orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak mempunyai belas kasihan kepada kami”.

 

Penulis adalah Dosen Prodi PAI Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri serta Pengurus PAC ISNU Balen, Bojonegoro.

Pewarta : Redaksi Istana

Gambar Gravatar
Deskripsi tentang penulis berita di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *